Uang Pensiun untuk Dewan Mubazir

Uang Pensiun untuk Dewan Mubazir

  JAKARTA- Suara kritis terhadap uang pensiun bagi mantan anggota DPR mulai muncul. Fraksi PKS, misalnya. Mereka menganggap uang pensiun itu seharusnya tidak diperuntukkan bagi mantan legislator. Satu-satunya cara menghapus uang pensiun adalah mencabut UU Nomor 12/1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan/Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.

  \"Saya mengusulkan undang-undang itu direvisi agar tidak ada polemik atas ini,\" kata Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (22/2). Hidayat menyatakan, problem dari dana pensiun adalah UU Nomor 22 tersebut. Hak anggota dewan melalui UU yang terbit pada era Orde Baru itu harus didudukkan pada proprosi yang sebenarnya dengan memperhatikan keadilan publik.

  \"Saya lebih setuju bahwa untuk jabatan politik seperti anggota DPR tidak diperlukan (dana) pensiun,\" ujarnya. Menurut Hidayat, jabatan politik ditentukan dari posisi politik yang mereka isi atau duduki. Kalau jabatan politik usai, hak yang melekat kepada harus sudah selesai. Karena itu, UU tersebut tidak relevan dengan kondisi saat ini dan harus direvisi. \"Saya yakin mereka di sini tidak mengharap pensiun, namun menjalankan amanat rakyat dan menghadirkan Indonesia yang lebih adil,\" tegasnya.

  Koordinator Investigasi Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai, lembaga DPR diisi oleh politisi. Pekerjaan politisi, kata dia, adalah \"pekerjaan\" luhur atau mulia. \"Bentuk pekerjaan ini mengandalkan inteletual, kepintaran dalam memecahkan persoalan bangsa dan negara ini,\" papar Uchok di gedung parlemen.

  Uchok menyatakan, kalau ada anggota DPR yang ingin mendapatkan anggaran pensiun, itu berarti mereka bukan lagi politisi yang bekerja dengan mulia. Jika berharap pensiun, mereka sama saja dengan pekerja yang tidak lagi mengandalkan inteletual, tetapi lebih mengandalkan otot dan mengutamakan keserakahaan.

  \"Keserakahan ini bisa dibandingkan dengan antara anggota DPR dan pekerja. Pekerja atau PNS hanya bekerja mengandalkan gaji dan harus dimaklumi minta dana pensiun,\" ucapnya. Dia menilai, anggota DPR sedang mempertontonkan kecengengan mereka terkait permintaan dana pensiun. Seharusnya, sebagai politisi yang dihormati rakyat, mereka tidak mengharapkan dana pensiun. Menurut Uchok, lebih baik peraturan tentang pensiunan itu dicabut demi citra sebagai lembaga wakil rakyat.

  \"Uang pensiun seharusnya tidak berasal dari negara,\" ujarnya. Dalam hal ini, setelah dilantik Sekjen DPR dan anggota DPR seharusnya punya asuransi dana pensiun yang skemanya berada di luar anggaran APBN. \"Preminya, yang harus bayar adalah anggota DPR sendiri,\" ucapnya.

(bay/c8/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: