Golkar Gulirkan RUU Pendanaan Parpol

Golkar Gulirkan RUU Pendanaan Parpol

JAKARTA- Ide memberikan pendanaan kepada partai politik (parpol) mulai bergulir ke arah substansi. Partai Golkar tengah merumuskan rancangan undang-undang (RUU) yang khusus mengatur pendanaan parpol.

Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, RUU pendanaan parpol memang khusus menjadi usul partainya. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) yang meminta dimulainya penyusunan RUU tersebut. \"Saya dapat tugas merancang RUU pembiayaan parpol itu,\" kata Agun dalam diskusi mingguan MPR di gedung parlemen kemarin (25/2).

Agun menyatakan, RUU pendanaan parpol spesifik mengatur sumber pembiayaan kepada parpol. Banyak suara publik yang menginginkan transparansi pendanaan parpol, sementara selama ini parpol melalui kadernya berusaha sendiri mendapatkan pembiayaan. \"Kita ingin buka ke publik. (Selama ini) mau bisnis nggak boleh, buka unit usaha nggak boleh, mau minta pemerintah nggak boleh, mau minta sumbangan besar nggak boleh. Yang boleh yang mana?\" ujarnya dengan nada bertanya.

Menurut Agun, dengan sumber pembiayaan yang sah secara undang-undang, parpol dituntut memiliki pelembagaan yang baik. Selama ini parpol mendapatkan dana dari kader. Sebagai anggota dewan, Agun wajib menyisihkan gaji untuk parpol. \"Untuk partai Rp 5 juta, untuk konstituen setiap bulan tidak kurang Rp 5 juta. Tapi, yang jadi problem apakah semua melakukan itu,\" ujarnya.

Salah satu opsi sumber pendanaan parpol adalah APBN. Agun menyatakan, sebaiknya sumber pendanaan ini demi keadilan untuk parpol peserta pemilu. Masa kampanye parpol sebaiknya juga difasilitasi negara. \"Kenapa difasilitaasi negara, karena di situ kepentingan publik, belanja publik. Dia harus memiliki informasi cukup tentang calonnya,\" ujarnya.

Agun menambahkan, ke depan sumber pendanaan pensiun bagi anggota dewan juga tidak dari APBN. Prinsip yang diatur di UU era Orde Baru itu salah karena akan membebani negara. \"Seperti di UU ASN (Aparatur Sipil Negara) kita ubah dengan sistem asuransi, sehingga dipotong gaji sendiri,\" tandasnya.

Di tempat yang sama, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) bidang korupsi politik Abdullah Dahlan menyatakan, dirinya agak kompromi dengan usul adanya subsidi negara kepada parpol. Menurut Dahlan, anggap saja itu mekanisme parpol membangun sistem kepartaian yang sehat. \"Namun, tentu harus ada persyaratannya,\" ujarnya.

Menurut Dahlan, pelembagaan parpol terkait transparansi dana harus dibuat dulu. Dia meyakini, pengelolaan dana parpol selama ini hanya diketahui segelintir elite di internal parpol. \"Kader saja kadang tidak tahu. Ini harus dibangun format transparansi, tidak oligarki,\" ujarnya. Dalam hal ini, harus diketahui sumber pendanaan itu, dan siapa pengurus yang mengelolanya.

Dahlan menyatakan, subsidi negara kepada parpol bisa menjadi langkah awal, tapi tidak terus-menerus. Parpol harus mampu menciptakan pelembagaan organisasi dengan sanksi yang tegas. \"Misal ada kader yang terbukti menerima dana yang dilarang, tidak pernah ada sanksi administrasi,\" ujarnya.

Limit pendanaan parpol, lanjut Dahlan, juga tidak bisa bebas. Harus ada kebutuhan minimal yang diberikan negara kepada parpol. Ukuran kebutuhan minimal itu bergantung pada jumlah kader yang dibina, termasuk struktur kepartaian yang dimiliki. \"Seperti halnya kementerian, parpol harus membuat perencanaan dulu. Tidak bisa seperti block grant,\" tandasnya.

(bay/c2/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: