Caleg Demokrat Terancam Gagal

Caleg Demokrat Terancam Gagal

JAKARTA - Kekosongan jabatan ketua umum Partai Demokrat (PD) bakal menjadi permasalahan terkait pengajuan calon anggota legislastif (caleg). Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun menyarankan PD segera mencari pengganti Anas Urbaningrum.

Ketua KPU Husni Kamil Malik menegaskan, berkas pengajuan caleg harus ditandatangani pimpinan parpol. \"Keterangan pimpinan parpol itu adalah ketua umum atau sekretaris jenderal. Jadi, harus dua-duanya,\" kata Husni saat ditemui di sela-sela acara peresmian Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi di Cisarua, Bogor, kemarin (26/2).

Meski begitu, menurut Husni, parpol bisa menempuh cara lain. Dalam UU No 2/2008 tentang Parpol yang kemudian direvisi menjadi UU No 2/2011 disebutkan bahwa keterangan pimpinan parpol itu adalah ketua umum atau sekretaris jenderal atau sebutan lain yang diatur oleh AD/ART partai. Namun, lanjut dia, yang paling penting bagi KPU adalah surat keterangan dari Kemenkum dan HAM.

\"Dengan adanya surat keterangan dari Kemenkum dan HAM, kami menyatakan mereka atau yang bersangkutan adalah pimpinan parpol sebagaimana yang dimaksud dalam UU No 2 Tahun 2011. Memang dalam UU itu disebukan ada unsur pimpinan yang normalnya ketua umum dan sekretaris jenderal. Tapi, ada hal lain yang diatur oleh AD/ART,\" jelasnya.

Husni menekankan akan melegalisasi jika parpol yang berurusan dengan KPU tersebut memiliki surat dari Kemenkum dan HAM. Dia tidak akan mempersoalkan jika nanti ada jabatan pengganti ketua seperti pelaksana tugas (plt). \"Yang penting mereka harus registrasi ke Kemenkum dan HAM. Itu yang paling penting. Jadi bisa saja disebut plt, pejabat ketua atau apa namanya, tapi harus tercatat di Kemenkum dan HAM,\" tegasnya.

Hingga kemarin pengganti definitif Anas sebagai ketua umum belum ditentukan. Kepemimpinan dewan pimpinan pusat (DPP) Partai Demokrat sementara masih dipegang secara kolektif. Yaitu, oleh Wakil Ketua Umum Max Sopacua dan Jhonny Allen Marbun, Sekjen Edhie Baskoro Yudhoyono, serta Direktur Eksekutif Toto Riyanto.

Menyangkut mekanisme lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat Suaidi Marasabessy menyatakan bahwa hal tersebut sepenuhnya berada di tangan majelis tinggi. Dia yakin, akan tiba waktunya institusi tertinggi di PD yang diketuai Susilo Bambang Yudhoyono itu menentukan yang terbaik buat partai.

Suaidi mengungkapkan, partainya saat ini juga menunggu surat pengunduran diri resmi dari Anas. \"Saya belum tahu apakah sudah diajukan atau belum, tapi memang ada keputusan majelis tinggi untuk menunggu surat dari Pak AU (Anas Urbaningrum, Red),\" ujarnya. Meski demikian, dia menambahkan bahwa partainya juga tidak terlalu bergantung pada keberadaan surat tersebut. \"Bila sampai waktu tertentu tidak ada suratnya, tentu majelis tinggi harus bersidang untuk mengambil keputusan,\" imbuh purnawirawan berpangkat terakhir letjen itu.

Secara terpisah, Ketua Departemen Tanggap Bencana DPP PD Umar Arsal menilai penunjukan empat pimpinan sebagai sebagai pengambil alih kewenangan Anas tidak efektif. \"Selain itu, masalahnya kan kalau empat orang itu legitimasinya juga kurang,\" ujar Umar Arsal.

Meski menyerahkan keputusan pada majelis tinggi, dia berpandangan, yang terbaik tetaplah dengan memilih ketua umum baru lewat kongres luar biasa. Hal itu selaras dengan ketentuan di AD/ART bahwa ketua umum dipilih lewat kongres. \"Bagaimanapun, pengganti Ketum harus KLB,\" tandas salah satu politikus PD yang dikenal dekat dengan Anas itu.

Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan tidak khawatir partainya menghadapi masalah terkait batas waktu penyusunan daftar caleg sementara (DCS) yang dijadwalkan KPU, yakni sekitar April mendatang. Di dalam UU Pemilu, DCS memang harus ditandatangani ketua umum dan Sekjen partai.

Persoalannya, saat ini kepemimpinan DPP PD dijalankan empat orang secara kolektif. \"PD tidak akan telat. Kami akan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,\" kata Ramadhan.

Soal digelarnya kongres luar biasa (KLB) untuk mengisi jabatan ketua umum, Ramadhan mengisyaratkan kemungkinan itu bisa saja terjadi. Saat Anas masih menjabat ketua umum, KLB memang mustahil dilakukan. Tapi, setelah Anas mundur dan majelis tinggi menunjuk empat orang untuk menjalankan roda organisasi secara kolektif, situasinya berubah. \"Jadi, kita tunggu apa perkembangannya. Kita tidak boleh mendahului dari apa yang menjadi tugas majelis tinggi,\" tandasnya.

(ken/dyn/pri/c2/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: