Berhala Lepas, Maafkan Saja

Berhala Lepas, Maafkan Saja

Oleh : Dahnial Ilmi

BERHALA itu kini sudah dimiliki oleh saudara sebangsa. Ikhlaskan saja dan segeralah bertaubat.  Taubat yakni tidak tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama, dengan tidak menjaga pulau tersebut.

Tak ada gunanya mengungkit-ungkit kesalahan lama. Memang sesuatu itu akan terasa sekali berharganya setelah tak lagi di tangan. Kenyataannya kini benda tersayang berada dalam dekapan orang lain.

Kegalauan masyarakat Jambi atas tragedi hijrahnya pulau Berhala, diperparah dengan kicauan-kicauan orang tak bertanggungjawab. Sikap pro dan kontra membuat suasana makin memanas. Media pun memasilitasi berbagai opini yang bukannya menenangkan namun malah membuat duka makin mendalam. Berbagai pendapat saling salah menyalahkan.

Berbagai teori oleh para intelek dijabarkan, yang sebenarnya tak begitu penting untuk disimak masyarakat awam. Masyarakat umumnya justru banyak yang tidak terlalu memusingkan beragam teori dan retorika. Baik mengenai segi ekonomi, politik, hukum, dan budaya.  Yang mereka tahu, “Pulau Berhala kini telah berpindah kepemilikan menjadi milik pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Riau.”

Dan selanjutnya berbagai macam reaksi dan aksi yang mereka lakukan menyikapi hal tersebut akibat dari teori dan retorika saling yang mengkambing hitamkan.

Di sini penulis bukannya berkomentar sok pintar, sok paham, sok bijak, ataupun berlagak menggurui. Penulis di sini berposisi sebagai salah satu masyarakat awam yang mencoba untuk bersabar menerima keadaan. Berprasangka baik menyikapi kejadian dan mencari hikmah dan ibrah yang bisa dijadikan acuan. Memang Berhala merupakan bagian dari sejarah yang tidak  bisa lepas dari peradaban Jambi. Berhala telah dan akan selalu ada dalam tiap nafas kehidupan Jambi. Namun atas kejadian yang telah terjadi ini, tak ada guna lagi mengungkit-ungkit dan beraksi menuntut Berhala untuk kembali. Hal itu justru akan mempermalukan diri sendiri.

Langkah bijak yang coba penulis tawarkan di sini adalah relakan saja Berhala pergi. Secara harfiah, Berhala tidaklah pergi. Berhala akan tetap ada meski kini secara resmi telah masuk dalam Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri (Kepulauan Riau). Hakikatnya Kepri itu adalah salah satu provinsi yang masih berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Letaknya pun hanya sekian senti meter saja dari Jambi jika dilihat dari peta.

Luar biasanya lagi ternyata kita tidak perlu repot-repot mengurus paspor untuk mengunjungi Pulau Berhala. Dan pemerintah daerah Provinsi Kepri rasa-rasanya tidak akan mengeluarkan larangan bagi masyarakat  Jambi untuk berkunjung ke sana.

Adapun langkah awal yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau setelah memastikan kepemilikan atas Pulau Berhala, Pemprov  Kepri menggelontorkan dana Rp 2 miliar untuk membangun dermaga.

Dermaga ini nantinya memungkinkan bagi kapal besar untuk berlabuh di pulau itu. Ini merupakan langkah serius dari Pemprov Kepri. Membuktikan bahwa mereka tidak main-main untuk membangun Pulau Berhala. Apakah langkah sebanding pernah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi?

Pulau Berhala yang mempunyai pesona gugusan batu karang dan pasir putih dengan istana bawah laut itu kini telah berada di tangan pihak yang benar-benar menunjukkan kesungguhan untuk mengurusnya. Bisa dikatakan, pulau Berhala kini telah berada di tangan “orang yang tepat”.

Cukup sudah bersedih hati, tak ada gunanya lagi kita meratapi yang telah pergi. Berhala hanya secuil aset berharga Provinsi Jambi yang gagal dilindungi. Segeralah kita bangkit dan mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa yang telah kita alami ini.

Masih banyak aset sejarah budaya kita yang terancam turut pergi. Salah satu contoh, tempoyak kini lebih dikenal masyarakat Indonesia sebagai makanan tradisional milik Sumatera Selatan. Padahal sedari dulu tempoyak begitu akrab diklaim oleh masyarakat Jambi sebagai produk dapurnya orang Jambi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: