>

Pekerjakan Anak-Anak Kena Pidana

Pekerjakan Anak-Anak Kena Pidana

JAKARTA -  Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang masih dalam pembahasan di legislatif diharapkan menjadi senjata utama menghapus tingginya pekerja anak karena memungkinkan majikannya terkena sanksi pidana. Dede Sudono, staf International Labour Organization (ILO) untuk Pendidikan dan Pekerja Anak, mengatakan kehadiran UU PRT sangat penting. Di dalamnya memuat pasal yang secara eksplisit bisa menjerat secara pidana pihak yang sadar dan sengaja memekerjakan anak di bawah umur. \"Termasuk anak yang bekerja sebagai PRT,\" ujarnya kemarin.

                Soal larangan bekerja bagi anak di bawah umur, menurut dia, memang sudah tertuang dalam berbagai peraturan baik dalam UU Perlindungan Anak maupun UU Ketenagakerjaan. Hanya saja tidak spesifik menuangkan sanksi bagi pihak yang memekerjakannya.

                Fakta bahwa masih banyak anak yang bekerja, kata Dede, memang sudah tidak dipungkiri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2009 ada 4 juta anak usia 5 tahun sampai 17 tahun yang bekerja. Sebanyak 1,7 juta di antaranya merupakan pekerja anak. \"Saya kira tahun ini angkanya berkembang,\" terusnya.

                Anak yang bekerja adalah yang masuk dalam kegiatan ekonomi tetapi tidak membahayakan fisik dan mentalnya. Umumnya tidak terikat peraturan formal seperti membantu orang tua di perkebunan atau toko. \"Pada prinsipnya anak bekerja ini masih bisa sekolah dan hak lainnya sebagai anak,\" terangnya.

                Sebaliknya, pekerja anak adalah anak yang bekerja relatif formal dan berpotensi membahayakan fisik dan mentalnya. Misalnya bekerja di pertambangan, perkebunan, dan sebagainya. Pada umumnya terikat peraturan sehingga tidak bisa menikmati haknya sebagai anak. \"Kebanyakan pekerja anak memang di sektor informal. Kalau di perusahaan memang sangat jarang karena perusahaan itu sendiri punya aturan dan tidak berani pekerjakan anak di bawah umur,\" ulasnya.

                Tidak sedikit anak yang bekerja di Indonesia itu sebagai PRT dan tidak mendapat hak sekolah atau berkegiatan seperti anak pada umumnya. \"Kami belum melakukan survei terbaru, tetapi pada 2004 saja ada 700 ribu anak sebagai PRT. Tapi itu angka pesimistis karena faktanya kami yakin lebih banyak,\" yakinnya.

                Kesulitan melakukan survei pekerja anak sebagai PRT adalah karena harus melakukannya dari pintu ke pintu (door to door). Namun diasumsikan misalnya di Jakarta, ada 80 persen rumah tangga menggunakan jasa PRT. Dari total PRT-nya itu 30 persen di antaranya berusia di bawah umur atau masuk kategori anak-anak. \"Untuk masuk ke situ itu sulit. Bahkan dinas ketenagakerjaan juga sulit karena itu bukan perusahaan,\" akunya.

                Kemenakertrans menargetkan menarik 11 ribu pekerja anak dari berbagai pekerjaan terburuk dan berbahaya yang tersebar di 21 provinsi dan 72 kabupaten/kota di Indonesia sepanjang 2013. Tahun lalu diklaim telah dilakukan penarikan 10.750 pekerja anak.

(gen/oki)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: