Siswa SMA Taruna Nusantara Raih Emas berkat Detektor Telur Busuk
Wisnu mengungkapkan, pembuatan alat tersebut hanya menghabiskan uang sekitar Rp 55.000. Tapi, setelah jadi, dia tidak memanfaatkannya untuk keperluan studi atau praktik lapangan. Alat itu pun hanya disimpan di kamar sampai tiga tahun. Alat baru dioperasikan lagi ketika Wisnu mengikuti kompetisi para peneliti muda di Kuala Lumpur, Malaysia, pekan lalu (baca berita Jawa Pos edisi Senin (13/5) dan Selasa (14/5)).
Wisnu sukses menyabet medali emas dalam ajang itu untuk ketegori food and agriculture. Emas Indonesia juga disumbang dari karya Tundershot Filter (Turbin Undershot) Penyaring Sampah milik tiga siswa SMAN 6 Jogjakarta (Nurina Zahra Rahmati, Tri Ayu Lestari, dan Elizabeth Widya Nidianita) dalam kategori green technology. Satu emas lainnya dihasilkan Hibar Syahrul Gafur, siswa SMPN 1 Bogor, untuk karya berjudul Sepatu Anti Kekerasan Seksual.
Indonesia juga meraih medali perak berkat karya Devika Asmi Pandanwangi, siswi SMAN 6 Jogjakarta, tentang Bra Penampung ASI untuk kategori technology for special needs. Peraih perak lainnya Canting Batik Otomatis karya Safira Dwi Tyas Putri, siswi Sampoerna Academy Kampus Bogor, Jawa Barat, dalam kategori green technology.
\"Sebelum ikut kejuaraan ini, saya mendapat perak di ajang National Young Inventor Awards (NYIA) Ke-5,\" kata dia.
NYIA adalah kompetisi kreativitas ilmiah bagi inventor remaja usia 8\"18 tahun yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Para pemenangnya lalu direkomendasikan LIPI untuk mengikuti kompetisi tingkat internasional di Kuala Lumpur.
Sebanyak 64 remaja dari 13 negara mengikuti kompetisi itu. Di antaranya, dari Rusia, Jepang, Malaysia, Thailand, Taiwan, Arab Saudi, dan Singapura.
\"Di ajang itu para peserta disediakan stan kecil berukuran 1,5 x 1,5 meter untuk presentasi karya. Di situlah dewan juri menilai karya peserta,\" ungkap dia.
Saat menghampiri stan Wisnu, dewan juri sempat terpana. Tak heran bila akhirnya juri memilih karya Wisnu sebagai salah satu yang terbaik. Karya itu dinobatkan sebagai best inovation food and agriculture.
Wisnu mengaku alat tersebut ditemukan saat dirinya masih di bangku SMP. Sekolahnya di Soroako, Sulawesi Selatan. Namun, saat itu dia masih ragu untuk menguji alat tersebut.
\"Kebetulan ayah juga bisa elektronik sehingga sedikit banyak ikut membimbing penelitian saya,\" terangnya.
Awal ide pembuatan alat itu pun sederhana. Saat itu Wisnu melihat sang ibu yang membuka usaha pembuatan roti di rumah gagal memenuhi pesanan gara-gara telur yang dicampurkan dalam adonan sudah busuk. Ibu bingung dan meminta maaf kepada orang yang memesan roti tersebut.
\"Dari situlah terpikir dalam benak saya bagaimana cara untuk mengetahui mana telur busuk dan mana telur yang baik,\" katanya.
Sejauh ini, kata dia, alatnya berjalan dengan baik. Belum ada satu telur busuk pun yang tidak terdeteksi. \"Tapi, secanggih-canggihnya teknologi pasti tetap akan meleset juga. Entah kapan,\" ungkap remaja 18 tahun itu.
Wisnu belum puas atas karyanya tersebut. Dia akan terus mengembangkan alatnya agar lebih canggih. Misalnya, nanti alat tersebut bisa dipakai untuk mendeteksi telur dalam jumlah banyak sekaligus. Alat tersebut memanfaatkan roda berjalan sehingga telur busuk dan telur segar akan terseleksi dengan sendirinya. \"Yang telur baik akan lurus mengikuti jalur, sedangkan yang telur busuk akan dibelokkan,\" kata dia.
Apakah Wisnu akan mematenkan alat itu\" Dia menggelengkan kepala. Alasannya, dia masih berambisi untuk menciptakan teknologi yang lebih spektakuler. Mungkin hal tersebut akan didapatkan saat dia masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB) sesuai dengan cita-citanya. \"Sekarang fokus untuk masuk ITB dulu. Saya mau ambil jurusan elektronika atau informatika,\" tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: