Dana Saham Pindah ke Obligasi dan Deposito
JAKARTA - Pasar keuangan di Indonesia terus memanas. Aliran dana dalam jumlah besar tidak hanya terjadi dari Indonesia ke luar negeri, namun juga dari instrumen investasi ke instrumen investasi lain di dalam negeri.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, dalam beberapa hari terakhir terjadi pergerakan dana dalam jumlah besar dari pasar modal atau pasar saham, ke pasar obligasi pemerintah (surat utang negara/SUN) dan deposito perbankan. “Istilahnya flight to quality. Ini yang membuat IHSG (indeks harga saham gabungan) tertekan dalam beberapa hari terakhir,” ujarnya saat paparan paket kebijakan ekonomi di Kantor Ditjen Pajak kemarin (28/8).
Data menunjukkan, dana asing yang keluar (net foreign capital outflow) dari pasar modal sepanjang Mei - pekan ke tiga Agustus tercatat Rp 29,7 triliun. Menurut Chatib, tidak semua dana tersebut ditarik keluar negeri. “Sebagian dipindah ke obligasi, jadi dananya berputar-putar saja di sini,” katanya.
Chatib memberi gambaran, dalam lelang SUN Selasa lalu (27/8), pemerintah berencana melelang Rp 8 triliun SUN melalui sistem lelang Bank Indonesia (BI). Namun, penawaran yang masuk dari investor mencapai Rp 23,01 triliun. Akhirnya, pemerintah memenangkan tawaran senilai Rp 12 triliun. “Ini artinya, minat investor masih sangat tinggi,” ucapnya.
Menurut Chatib, dalam kondisi perekonomian yang bergejolak seperti saat ini, sebagian investor memang cenderung mengalihkan dananya dari portofolio investasi yang fluktuatif seperti saham, ke portofolio investasi yang memberi imbal hasil atau return tetap seperti SUN dan deposito perbankan. “Karakter investor memang seperti itu,” ujarnya.
Meski demikian, karena sebagian dana terlanjur keluar, maka pelemahan terhadap Rupiah tetap terjadi. Chatib pun meluruskan pernyataan dia sebelumnya. “Hari ini (kemarin, Red) banyak media menulis Rupiah akan melemah sampai 2014, bukan seperti itu. Yang saya katakan adalah tekanan terhadap Rupiah masih akan terjadi hingga 2014. Jadi beda, tekanan terhadap Rupiah, bukan pelemahan Rupiah. Nah, untuk menahan tekanan itu, makanya pemerintah dan BI mengeluarkan paket kebijakan,” paparnya.
Kemarin, nilai tukar Rupiah di BI berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) ditutup melemah di posisi 10.950 per USD, turun 67 poin dibanding penutupan Selasa (27/8) yang di posisi 10.883 per USD.
Sementara itu di pasar spot, Rupiah yang Selasa lalu turun tajam hingga 4,5 persen, kemarin justru ditutup menguat 0,64 persen ke posisi 11.265 per USD. Ini merupakan penguatan terbesar mata uang di kawasan Asia Pasifik terhadap USD.
Gejolak perekonomian juga membuat pemerintah merevisi target-target asumsi makro yang ada dalam APBN Perubahan 2013. Menurut Chatib, dengan kondisi saat ini, pemerintah realistis bahwa beberapa asumsi akan meleset. “Karena itu, perlu disesuaikan dengan kondisi terkini,” ujarnya saat rapat dengan Badan Anggaran DPR kemarin.
Asumsi penting yang direvisi adalah pertumbuhan ekonomi. Jika dalam APBN Perubahan 2013 pemerintah mematok angka 6,3 persen, pemerintah kini realistis hanya akan bisa mengejar pertumbuhan ekonomi di angka 5,9 persen. “Ini tentu banyak dipengaruhi faktor global, ekspor kita turun. Selain itu, inflasi tinggi juga menggerus tingkat konsumsi,” katanya.
Untuk nilai tukar, lanjut dia, target APBN Perubahan 2013 di angka 9.600 per USD juga dinilai tidak realistis. Karena itu, pemerintah mengusulkan revisi ke angka 10.200 per USD. “Rata-rata nilai tukar dari Januari sampai pertengahan Agustus itu sekitar 9.800 per USD. Jadi, angka 10.200 per USD ini sudah memperhitungkan potensi pergerakan sampai akhir tahun,” jelasnya.
Sedangkan asumsi inflasi yang saat ini dipatok 7,2 persen, dipastikan akan terlampaui. Berdasar realisasi tingginya inflasi pada Juli lalu, serta potensi inflasi Agustus yang masih di atas 1 persen, pemerintah memperkirakan laju inflasi tahun ini bakal mencapai 9 persen. “Tentu, kita akan terus berupaya memperlancar pasokan bahan pangan untuk meredam inflasi,” ucapnya.
Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo memiliki proyeksi yang sedikit berbeda. Untuk pertumbuhan ekonomi 2013, BI memproyeksi di kisaran 5,8 - 6,2 persen. “Ini dengan kecenderungan di batas bawah,” ujarnya.
BI juga memproyeksi rata-rata nilai tukar Rupiah tahun ini akan ada di level 10.000 - 10.300 akibat tekanan defisit transaksi berjalan (current account). Sedangkan untuk inflasi, BI memproyeksi akan ada di kisaran 8,6 - 9,2 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: