Jadi Terkenal setelah Nekat Bangun Pabrik di Musim Dingin
Namun, sebelum menjalankan usahanya, Rustono merasa perlu belajar ilmu bisnis dulu. Dia bukan menimba ilmu di sekolah, melainkan belajar bisnis dengan menjadi pegawai di salah satu pabrik roti. Di pabrik itu Rustono banyak belajar tentang manajemen dan sumber daya manusia.
\"Tiga tahun saya bekerja di pabrik roti. Saya belajar tentang etos kerja, kualitas produk, dan sebagainya,\" tutur pria kelahiran 3 Oktober 1968 tersebut.
Sambil bekerja, Rustono berupaya mewujudkan impiannya untuk membuka usaha tempe. Dia belajar membuat tempe dari internet. Berkali-kali gagal, sampai akhirnya mendapatkan formula yang tepat untuk tempe produksinya.
\"Empat bulan uji coba saya membuat tempe gagal terus,\" terang Rustono yang bahasa Indonesianya tidak berubah.
Begitu yakin tempenya bisa diproduksi, Rustono memutuskan keluar dari pabrik roti dan mulai membuka usaha tempe. Itu terjadi pada 2000.
Namun, awal usahanya tidak mulus. Tempenya tidak diminati hotel atau restoran setempat. Meski demikian, dia tidak patah arang. Dia tetap memproduksi dan menawarkannya ke toko-toko. Kalaupun tidak ada yang membeli, tempe itu dikonsumsi sendiri.
Tak kunjung membuahkan hasil, Rustono meminta izin istrinya untuk pulang ke Indonesia. Dia bermaksud menimba ilmu membuat tempe yang enak dan digemari.
\"Sekitar 60 pengusaha tempe dari Semarang sampai Jogja saya datangi. Saya benar-benar ingin menyerap ilmu mereka. Saya tidak ingin gagal lagi,\" papar bapak dua anak itu.
Ketika kembali ke Jepang Rustono meneruskan usaha tempenya. Bahkan, saking bersemangatnya, meski musim dingin, dia tetap bekerja: membangun pabrik tempe di rumahnya. Dia ingin segera memproduksi tempe dengan bekal ilmu yang didapat saat pulang kampung.
Rupanya, aktivitas Rustono yang nekat membangun pabrik pada musim dingin menarik perhatian seorang wartawan yang lewat di sekitar rumahnya. Wartawan lokal itu heran melihat Rustono mendirikan bangunan di musim dingin. Dia lalu mewawancarai Rustono dan menuliskan hasil wawancara di medianya.
\"Berkat tulisan si wartawan itulah saya mulai mendapat order dari restoran dan hotel yang pernah saya tawari. Mereka ingin tahu tempe produksi pabrik saya,\" cerita dia.
Untuk mem-branding tempe produksinya, Rustono memberi merek Rustono Tempeh (pakai H, Red). Tempe itu dikemas dalam ukuran \" kg dengan bungkus plastik. Produksinya bervariasi, bergantung pada pesanan.
\"Setelah itu tempe saya diminati. Sejumlah restoran dan hotel memesan tempe ke saya,\" imbuhnya.
Rustono pun tambah giat bekerja. Pesanan terus bertambah. Pekerjanya juga mulai banyak. Kini dia mempekerjakan sembilan orang Jepang untuk melayani pesanan hotel dan restoran itu. Bahkan, istrinya yang bekerja di bank memilih keluar dan membantu usaha Rustono.
Kini, dalam lima hari kerja, pabrik Rustono bisa memproduksi 16.000 bungkus tempe. Dia mengaku memiliki 490 pelanggan di seluruh Jepang. Mulai Hokaido hingga Okinawa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: