>

Antusias Belajar Bahasa, Penasaran Lodeh Tempe

 Antusias Belajar Bahasa, Penasaran Lodeh Tempe

 Wenny menjelaskan, kata \"kamu\" biasa digunakan kepada teman akrab atau orang yang lebih muda. Namun, kepada orang-orang tersebut, kata \"Anda\" juga bisa digunakan. Dia juga menjelaskan penggunaan kalimat yang artinya sering berkebalikan jika ditulis dalam bahasa Inggris.

 Pelajaran bahasa Indonesia diikuti dengan antusias oleh para peserta. Termasuk saat mereka diajari mengeja huruf-huruf dalam alfabet Indonesia. Layaknya bocah yang baru belajar membaca, mereka berbarengan mengeja satu per satu huruf A sampai Z. Para peserta semakin bersemangat setelah diberi tahu bahwa mereka bisa lancar berbahasa Indonesia dalam waktu 100 jam atau kurang jika bersungguh-sungguh.

 Pada sesi tersebut, beberapa peserta yang duduk di barisan belakang tampak tertidur. Ada yang memanfaatkan beberapa bangku kosong sekaligus untuk berbaring. Mereka mengalami jetlag setelah menempuh perjalanan jauh. Apalagi, sejumlah peserta baru tiba beberapa jam sebelum acara.

 Masa orientasi bertujuan mengenalkan segala hal tentang Indonesia. Bukan hanya soal tata krama dan bahasa, namun juga budaya dan hal-hal lain. Salah satu yang penting adalah makanan. Sejak awal masa orientasi, para peserta dibiasakan menyantap masakan Indonesia.

 Saat santap siang, mereka disuguhi nasi, bihun goreng, sup tahu, daging bumbu kecap, dan tentu saja tidak tertinggal sambal serta kerupuk udang. Menu makan malam adalah lodeh tempe. Awalnya, para peserta ragu mengambil lodeh yang bentuk dan aromanya bagi mereka aneh. Namun, setelah mengecapnya, sebagian di antara mereka tersenyum seraya menandaskan makanan di piring.

 Kejutan untuk para peserta berlanjut pada upacara pembukaan yang didominasi hiburan. Panitia menyuguhkan musik bambu oleh Saung Angklung Udjo. Para peserta terbawa suasana dan melantunkan sejumlah lagu hit.

 Masing-masing peserta memiliki misi ketika mengikuti program beasiswa Darmasiswa. Peserta asal Meksiko Sara Alicia De Los Cobos Garcia mengaku penasaran dengan tarian Jawa. Menurut dia, tari Jawa mirip sejumlah tarian di tanah kelahirannya. Karena itu, Sara memilih jurusan Seni Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dalam aplikasi yang diajukan.

 \"I want to learn new style of dance (saya ingin belajar teknik menari yang baru),\" ujarnya.

 Nah, saat kembali ke negaranya setahun lagi, dia berjanji memperkenalkan gerakan tari Jawa dengan tarian khas Meksiko. Perempuan 27 tahun itu berharap ada pertukaran budaya yang lebih aktif antara Indonesia dan Meksiko.

 Lain halnya dengan Muhammad Zubaui Ogier, peserta asal Afrika Selatan (Afsel). Dia ditempatkan di jurusan Seni Kriya Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali. Namun, dia memiliki ekspektasi lebih. \"Saya juga ingin belajar seni lukis, fotografi, dan lainnya. Bisakah?\" ucapnya.

 Zubaui menuturkan, pendidikan bagi dirinya merupakan sesuatu yang mahal. Karena itu, begitu mendapat informasi adanya program beasiswa di Indonesia, dia berupaya ikut. Alasannya, biaya hidup di Indonesia tergolong murah. Selain itu, dia menilai kesenian di Bali memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain.

 Antusiasme peserta membuat Ketua Satgas Darmasiswa RI Pangesti Wiedarti kaget. Maklum, dalam program beasiswa tersebut, para peserta hanya akan diarahkan pada satu bidang keilmuan.

 Dia mengungkapkan, antusiasme para peserta memang sangat besar. Padahal, biaya untuk ke Indonesia sejatinya tidak murah bagi sebagian peserta. Meski berlabel beasiswa, panitia tidak menyediakan akomodasi saat berangkat dan kembali ke negara asal mereka. \"Jadi, mereka menabung untuk bisa ke sini,\" terangnya.

 Bahasa Indonesia dan kesenian menjadi jurusan favorit para peserta. Sebagian kecil di antara mereka juga ingin mendalami ilmu kesehatan, teknik, hingga studi Islam. Di luar jurusan yang dipilih, mereka juga akan mempelajari budaya Indonesia. Setelah lulus, mereka bakal mempromosikan Indonesia di negara masing-masing.

 Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, selalu saja ada peserta yang enggan pulang meski masa studinya sudah habis. Mereka memilih memperpanjang visa untuk mencari beasiswa berikutnya. Ada pula yang memutuskan untuk bekerja atau bahkan menikah dengan orang Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: