>

APBN Sudah Defisit Rp 101 Triliun

APBN Sudah Defisit Rp 101 Triliun

Belanja Rendah, Pendapatan Seret

JAKARTA - Seretnya penerimaan perpajakan membuat pundi-pundi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menipis. Karena itu, meskipun penyerapan belanja cukup rendah, APBN sudah mencatat defisit yang cukup besar.

                Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengatakan, hingga akhir Agustus, realisasi belanja negara sebesar Rp 945,8 triliun, sedangkan realisasi penerimaan tercatat Rp 844,9 triliun. \"Sehingga, defisit mencapai Rp 101 triliun, ini yang ditutup dengan pembiayaan (di antaranya penerbitan surat utang, Red)\" ujarnya akhir pekan lalu.

                Menurut Agus, realisasi belanja tersebut berarti mencapai 54,8 persen dari pagu anggaran Rp 1.726,2 triliun. Sedangkan realisasi penerimaan sebesar 56,3 persen dari sasaran yang dipatok dalam APBNP sebesar Rp 1.502 triliun.

                Agus merinci, realisasi belanja terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp 615,6 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp330,1 triliun. Dari sisi penggunaan, penyerapan belanja pegawai masih menjadi yang paling tinggi, yakni 65,5 persen dari pagu Rp 233 triliun. Kemudian realisasi belanja barang mencapai 33,9 persen dari pagu Rp 206,5 triliun, belanja modal baru sebesar 31,4 persen dari pagu Rp 192,6 triliun, dan belanja subsidi 64,9 persen dari pagu Rp 299,8 triliun.

                Sementara itu, realisasi pendapatan negara dan hibah terdiri atas penerimaan dalam negeri Rp 843,6 triliun atau 56,3 persen dari target Rp 1.497,5 triliun. Selanjutnya, hibah mencapai Rp 1,3 triliun atau 28,2 persen dari target Rp 4,5 triliun.\"

                Menteri Keuangan Chatib Basri mengakui, paket kebijakan insentif pajak yang dirilis Agustus lalu memang akan menggerus potensi penerimaan negara. Namun, dia tidak terlalu khawatir defisit akan membengkak gara-gara itu. \"Sebab, realisasi belanja juga akan turun, jadi defisit masih akan ada di kisaran 2,38 persen PDB (produk domestik bruto),\" ujarnya.

                Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, pemerintah memproyeksi penyerapan belanja tahun ini hanya akan ada di kisaran 90 persen. \"Sulit untuk mencapai 100 persen,\" katanya.

                Terkait masih rendahnya realisasi belanja modal yang sebenarnya memiliki daya dorong perekonomian paling besar, Bambang mengatakan jika salah satu penyebabnya adalah disbursement atau pencairan pembayaran proyek yang biasanya dilakukan bertahap. \"Memang ada kontraktor yang inginnya dibayar di akhir tahun. Jadi, meski anggaran belum diserap, tapi proyek sudah berjalan dan memberi dampak ke perekonomian,\" terangnya.

(owi/sof)

 

                

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: