Kesalahan Pendataan Umat (KPU)

Kesalahan Pendataan Umat (KPU)

Oleh : Navarin Karim

Hasil temuan Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) menunjukkan bahwa lebih kurang 65 juta data pemilih untuk Pemilu 2014 bermasalah (Kesalahan Pendataan Umat). Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap angka partisipasi Pemilu 2014. Belum lagi berkurangnya partisipasi pemilih karena factor ekonomi dan golput. Namun yang positip adalah pemilu 2014 tidak lagi dilakukan pada hari sabtu seperti pemilu dan pemilukada sebelumnya, tapi hari Rabu (9 April 2014).  Hal ini memang sudah sering disampaikan dalam beberapa kali pertemuan dengan pihak KPU/KPUD, karena kalau sabtu masyarakat banyak yang pergi ke luar kota untuk weekend. Apalagi ada rencana pemerintah meluncurkan kebijakan mobil nasional  murah sudah akan diterapkan, mungkin jika sabtu dilakukan akan makin sedikit yang berpartisipasi dalam Pemilu.

Persoalan klasik yang kita temukan setiap Pemilu dan Pemilukada adalah masalah pemutakhiran data. Pernah pada suatu ketika (tahun 2012) penulis mendapat kesempatan sebagai pemateri dihadapan perwakilan  lurah Propinsi Jambi dalam acara pelatihan para Lurah yang diselenggarakan oleh Badan Diklat Propinsi Jambi, penulis menyalahkan bahwa para lurah tidak bekerja maksimal dalam menopang pemutakhiran data yang dilakukan oleh KPUD. Beberapa lurah  yang hadir ketika itu mengemukakan bahwa kami secara periodik telah mengirim perubahan data penduduk selain ke Dinas Dukcapil juga mengirimkan perubahan data penduduk baru, pindah, meninggal, bahkan perubahan kesalahan nama dan tanggal lahirpun kami selalu kirimkan. Yang anehnya lagi menurut mereka data penyempurnaan Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang sudah diperbaiki, ketika jadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) boleh dikatakan tidak ada perubahan.

Ada beberapa alasan utama kenapa kesalahan ini selalu terjadi :

Pertama : ada kemungkinan KPU/KPUD tidak bersifat netral, sesuai dengan sinyalemen pengamat politik nasional dan beberapa partai politik (partai pecundang dalam pemilu 2009) mengatakan terjadi anarkis elektronik dalam pemilu yang lalu, sehingga ada factor kesengajaan untuk tidak menindak lanjuti perubahan data yang diajukan oleh sub ordinat).  Kedua : Komisioner KPU/KPUD masih bersifat ad hoc, setelah lima tahun sekali berganti. Ketika pergantian ini sering tidak terjadi keberlanjutan (suistenable) dalam pemutakhiran data. Ketiga. Komisioner  KPUD tidak mau berbagi rezeki, terutama pihak lurah/RT yang tekun melakukan penyempurnaan data. Jika ini masalah pemutakhiran diperhatikan oleh Komisi Pemilihan Umum, diharapkan Data Penduduk Potensi Pemilih Pemilu (DPPP) dapat disempurnakan secara berkala oleh KPU/KPUD sehingga menjadi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) yang selalu actual. Dengan demikian besok-pun ada Pemilu/Pemilukada, KPU/KPUD selalu siap. Tidak seperti sekarang  7 bulan lagi pemilu dilakukan terdapat 65 juta data bermasalah.

Solusi.

Penulis pernah meneliti  tentang Kesiapan Provinsi Jambi Dalam Mewujudkan Pilgub Jambi Yang Berkualitas (Kerjasama dengan Balitbangda Provinsi Jambi, 2009), beberapa saran penulis untuk pemutakhiran data secara lebih akurat adalah :

Pertama. Pada saat pendataan dan pemutakhiran data pemilih, peran RT dan petuga PPS bisa dimaksimalkan dalam menjalankan prinsip stelsel pasif.

Kedua. Pada saat pengumuman Daftar Pemilih Sementara (DPS), masyarakat harus proaktif mengecek DPS, dengan kata lain pada tahapan ini masyarakat menerapkan prinsip stelsel aktif. Tentu juga dengan catatan bahwa pengumuman DPS ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat karena berdasarkan pendapat pemilih, mereka tidak mengecek DPS karena sibuk bekerja dan lokasinya jauh dari tempat tinggal.

Ketiga. Parpol harus mendorong  konstituennya untuk memastikan diri konstituen terdaftar sebagai pemilih. Ini berkaitan dengan kepentingan parpol itu sendiri daan pemilih yang bersangkutan.

Memang pihak penyelenggara pemilu (KPU/KPUD) harus kerja keras. Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan kembali apa yang pernah dikemukakan (Paul Reynaud, 1945) : kekurangan demokrasi itu selama ini, ialah ketidak mampuannya melihat kedepan, dan tidak ada keberaniannya hendak melakukan langkah yang perlu.

-----------------------------------

Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi dan Ketua Pelanta (NIA. 201307002)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: