Mengasah Kenegarawan Caleg

Mengasah Kenegarawan Caleg

Oleh : Navarin Karim

Teman penulis seorang Pengawas SMP di daerah marginal melakukan supervisi untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Beliau bercerita kepada penulis ketika  mengadakan tanya jawab kepada siswa untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap pimpinan pemerintahan. Adapun tanya jawabnya sebagai berikut : Mana yang anak-anak hormati lebih dahulu Bupati atau wakil Bupati. Bupati jawab siswa serentak.  Mana yang lebih kita hormati : Presiden atau Wakil Presiden? Presiden, jawab siswa. Mana yang harus kita hormati wakil rakyat (DPR) atau Rakyat. Seluruh siswa menjawab membahana : Rakyaaaatt. Bagus jawab sang penyelia.

Dialog diatas menggambarkan bahwa : (1) Rakyat harus lebih dihormati, karena mereka hidup di Negara yang berdaulat (merdeka) (2). Rakyat sudah tidak menghormati Wakil Rakyat, karena banyaknya anggota dewan yang telah berkubang dan kumuh dengan korupsi bahkan cenderung tidak bermoral. Istilah Buya Syafii Maarif disebut nihilisme. (2)Kemarahan rakyat bukan kepada eksekutif, tetapi lebih kepada legislator karena kalau eksekutif yang salah, maka legislative seharusnya ikut bertanggung jawab. Melalui wewenangnya  mengajukan mosi tidak percaya untuk sidang MPR. Hal ini disebabkan fungsi pengawasan masih melekat dalam tupoksi legislative. (3) Rakyat harus berdaulat, karena kesusahan rakyat menjadi tanggung jawab dari pemangku kekuasaan (include legislator). Oleh sebab itu tidak sepantasnya jika eksekutive dan legislative bermewah-mewahan dengan lebih mengutamakan konsumerisme dan hedonisme diatas kesusahan rakyat, sehingga melupakan penderitaan rakyat. Bayangkan gaya hidup legislator yang selalu mengutamakan hal yang bermerek (baca : berkelas). Seperti rokok bermerk luar negeri, mobil bermerk hingga “bantal gulingpun” bermerk. Disini menimbulkan kesan bahwa legislative telah lupa dengan rakyat, seharusnya mereka   bergaya lebih  bersahaja dan menanam teguh jiwa kenegarawanan yang harus ditunjukkan. Mereka harus lebih mengutamakan untuk memperjuangkan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi dan golongan (partai dan primordialnya).  Berdasarkan kontempelasi penulis, caleg-caleg yang akan maju perlu mengasah jiwa kenegarawanannya sebelum menjadi legislator sejati. Di India, tercatat seorang PM Mahatma Gandhi belum ada yang mampu menyaingi jiwa kenegarawannya, dia hanya menggunakan baju ihram dengan dasar blacu masuk ke gedung PBB, dan tokoh di Indonesia M. Natsir menggunakan jas yang sedikit koyak  yang  dibeli diloakan karena dia menyadari bangsanya ketika itu masih sangat susah. Ketika ditanya mengapa mereka berpakaian sangat sederhana dan bersahaja. Dijawabnya : kami belum pantas bermewah-mewahan, karena rakyat kami masih banyak yang miskin. Seandainya pemimpin bangsa kita lebih sedikit menampilkan kesederhanaan dan mengalihkan untuk membantu kepada yang lebih memerlukan, maka gap kaya dan miskin mungkin sedikit bisa dieliminir. Bukankah Negara yang sangat korup seperti di Indonesia gap kaya dan miskin masih sangat terjal? Oleh sebab itu kepada para caleg penulis mengajukan beberapa trick  agar terasah jiwa kenegarawanan dengan cara : (1) Selalu mengunjungi dan membantu anak-anak panti asuhan, panti Jompo, (2) mengunjungi dan membantu pasien zal kelas tiga rumah sakit pemerintah, bahkan jika perlu kalau sakit  menginap di zal kelas tiga. Biar dapat merasakan bagaimana pelayanan yang diberikan pemerintah selama ini terhadap rakyat yang belum sepenuh berdaulat, (3) Mengunjungi dan membantu  masyarakat terlantar di tempat pengungsian ataupun mengunjungi dan membantu mereka yang mengungsi  karena mendapat musibah alam.

Dengan melatih dan mengasah jiwa kenegarawanan diharapkan akan tumbuh rasa empathi yang  dalam dan lebih jauh lagi mau memperjuangkan  nasib rakyat yang belum  merata  kesejahteraannya  atau belum sepenuhnya berdaulat ini. Mari hidupkan nalurimu caleg untuk menjadi legislator sejati. Mudah-mudahan caleg   yang memiliki  jiwa kenegarawanan dipilih rakyat.

-------------------------------------

Penulis adalah Ketua STISIP  (Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Nurdin Hamzah dan Ketua Pelanta (NIA. 201307002)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: