Bersuami Dokter Umplung, Tiga di Antara Empat Anak Ikuti Jejak

 Bersuami Dokter Umplung, Tiga di Antara Empat Anak Ikuti Jejak

Sri Utami, Dirikan Empat Rumah Sakit Murah untuk Warga Tidak Mampu

 Tangguh, pekerja keras, dan berjiwa sosial. Karakter itu melekat kuat dalam diri Sri Utami, pendiri empat rumah sakit untuk pasien kurang mampu di Solo, Jawa Tengah. Untuk memperjuangkan impiannya tersebut, dia rela menjadi tukang cuci baju dan berjualan jamu gendong.

 

 NORA SAMPURNA, Jakarta

 

 Bila melihat kiprah Sri Utami saat ini, orang mungkin tidak akan menyangka bahwa perempuan kelahiran Kediri, 13 Oktober 1948, tersebut dulu melakoni bermacam pekerjaan serabutan. Mulai buruh cuci, jual jamu keliling, guru senam, tukang jahit, hingga perias penari Keraton Mangkunegaran, Solo. Tapi, Sri sekarang lebih dikenal sebagai \"Kartini\" di bidang kesehatan.

 Dari tangan dingin istri dr Mudzakkir SpAn itulah Solo mempunyai rumah sakit-rumah sakit murah untuk masyarakat kurang mampu. Awalnya, Sri mendirikan RS Mojosongo pada 1 April 2001. Sekarang, 12 tahun kemudian, rumah sakit tersebut berkembang menjadi tiga rumah sakit semacam yang menyebar di Kota Budaya itu. Januari 2014 nanti satu lagi RS dioperasikan di bawah manajemen yang dikelola Sri dan staf.

 Tentu saja, perjuangan Sri Utami tidak mudah. Sri adalah anak ke-13 di antara 17 bersaudara putri pasangan R Moentoro dan Sihmini. Setelah menuntaskan sekolah di SMA Muhammadiyah 2 Solo dan Sekolah Bidan Muhammadiyah Solo, dia melanjutkan pendidikan di IKIP Negeri Solo jurusan filsafat kebudayaan hingga mendapat gelar sarjana muda.

 Sri lalu dipersunting Mudzakkir, pemuda pilihan sang ayah. Pada 1972, anak pertama mereka lahir. Saat itu Sri menjadi guru di SMA Cokroaminoto, Solo, sedangkan suami menjadi guru SD. Keluarga baru tersebut sempat pindah ke Bandung.

 Di Kota Kembang itu, Sri menjadi manajer HRD perusahaan makanan. Tapi, hanya enam tahun di Bandung, dia akhirnya memutuskan kembali ke Solo untuk mendampingi suami yang melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran PTPN (Perguruan Tinggi Pembangunan Nasional) Veteran, Surakarta. Sebelum pindah ke Bandung, Mudzakkir memang sempat kuliah di situ, namun baru 9 bulan berhenti.

Nah, demi cita-cita suaminya tersebut, Sri rela melepas karir di Bandung dan menjadi ibu rumah tangga. Bahkan, lantaran tuntutan ekonomi, dia bersedia bekerja serabutan seperti menjadi buruh cuci baju dan berjualan jamu keliling. \"Saya ingin suami kuliah lagi dan meraih cita-citanya menjadi dokter,\" tutur Sri.

 Tidakkah ada perasaan canggung menjalani pekerjaan serabutan setelah menjadi manajer HRD\" \"Tidak sama sekali. Yang penting halal dan atas izin suami. Toh juga untuk membantu perekonomian keluarga,\" ungkapnya.

 Meski penghasilan yang diterima tidak begitu besar, Sri masih mampu menyisihkan untuk biaya kuliah suami, biaya sekolah anak-anak, operasi rumah tangga, dan menabung. Sebagian tabungan itu digunakan untuk membeli obat-obatan yang dipakai saat mereka mengadakan pengobatan gratis untuk warga.

 Sri dan suami memang kerap mengadakan pengobatan gratis untuk warga sekitar yang membutuhkan. \"Biasanya kami mengundang warga yang ingin berobat tanpa dipungut biaya,\" tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: