>

2028, Minyak Jambi Ludes

2028, Minyak Jambi Ludes

JAMBI – Tahun 2028 mendatang, atau 15 tahun dari saat ini, diperkirakan cadangan minyak Jambi akan habis. Oleh karena itu, dari sekarang pemerintah harus mempersiapkan energi terbarukan atau konsep investasi hasil industri migas untuk generasi kedepan.  Hal ini terungkap dalam Lokakarya Menjalin Kemitraan Multi Pihak Guna Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Provinsi Jambi yang diselengarakan oleh PetroChina di Hotel Aston kemarin.

Hubungan Sosial Masyarakat SKK Migas, Febrian Dama Asmara mengatakan dalam kurun waktu terakhir hasil dari migas di Indonesia mengalami penurunan.  Untuk provinsi Jambi sendiri, dalam kurun waktu 10 hingga 15 tahun kedepan diperkirakan sudah tak memiliki sumber daya Migas.

\"Potensi migas bukan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui. Sehingga kita lebih mendorongkan untuk lebih dapat memaksimalkan potensi lain yang dimiliki seperti misalnya panas bumi dan solar,\" ujarnya.

Disebutkannya, kontribusi migas dari total kontribusi industri hulu migas terhadap APBN di tahun 2013 diperkirakan akan mencapai RP 257 triliun atau 17 persen dari total penerimaan domestik. Sedangkan kontribusinya untuk daerah, perusahaan migas yang beroperasi ada 3 bagian yakni dari dana bagi hasil, tanggung jawab social (CSR), dan juga peluang bagi daerah untuk berkembang bersama perusahaan migas.

‘’Untuk Dana Bagi Hasil (DBH) sendiri, bisa dilihat di situs departemen keuangan. Persentasenya, 15 persen untuk daerah dan 85 persen untuk pusat,’’ terangnya.

Untuk daerah sendiri lanjutnya, persentasenya 6 persen untuk daerah penghasil. Kemudian 6 persen untuk daerah non penghasil. Lalu 3 persen untuk provinsi .

‘’Hanya saja sayangnya, anggaran untuk CSR malah yang dikejar. Padahal yang lebih besar tersebut adalah DBH,’’ ucapnya.

Diakuinya, perusahaan migas memang memiliki tanggung jawab sosial yang selama ini lebih dikenal dengan pembagian dana CSR. Dan CSR ini jangan dianggap hanya sekadar pengeluaran dalam bentuk uang saja. Tapi, juga ketika perusahaan tersebut adil dan tidak korupsi, itu juga sudah bagian dari CSR.

Sementara Ermy Ardhyanti, pemateri dari coordinator of extractive government mengatakan hendaknya hendaknya wilayah-wilayah penghasil migas lebih memperhatikan tentang bagaimana cara untuk lebih mengembangkan potensi daerah. Sehingga tak tergantung dari perusahaan penghasil migas. Dalam kasus ini kaitannya untuk mengelolaan  dana bagi hasil dan juga CSR yang diberikan saat ini agar mampu digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama. Salah satu contohnya misalnya memperkuat potensi yang bisa dikembangkan didaerah tersebut  misalnya dari sisi perkebunan atau pertanian.

 “Dalam kasus ini, diharapkan  pemerintah dan juga masyarakat mampu mengelola dana yang ada tak hanya untuk kegiatan saat ini namun yang bisa dirasakan oleh generasi selanjutnya,” tutupnya.

Dia mencontohkan Bojonegoro, kabupaten tersebut katanya sudah membuat berbagai program untuk mendorong industri migas. Diantaranya menerbit Perda mengenai aturan rekrutmen tenaga kerja oleh perusahaan migas. Selain itu, mendirikan Akademi Perminyakan. ‘’Juga menyimpan Dana Bagi Hasil (DBH) mereka dalam bentuk penyertaan modal ke bank daerah. Ini untuk generasi mendatang,’’ sebutnya.

Sedangkan untuk menghindari konflik dengan masyarakat, dia menyarankan perusahaan migas dan pemerintah agar transparan dan akuntabel.

(run)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: