Kepala Desa Bersenjata Sirih Tenangkan Warga

Kepala Desa Bersenjata Sirih Tenangkan Warga

     Tidak sedikit warga yang tidak tenang di pengungsian. Selain memikirkan anggota keluarga, mayoritas memikirkan hewan ternak yang terpaksa ditinggalkan tanpa makan selama beberapa hari. \"Sebagian memang sembunyi-sembunyi naik lagi dengan ojek untuk memindahkan ternak. Salah satunya anak saya. Dia naik pakai motor dan kembali lagi setelah memindahkan ternaknya ke rumah kerabat di (Desa) Aji Nembah,\" tuturnya.

     Meski belum tenang, Johanna tidak lupa tanggung jawab sebagai pemimpin desa. Untuk meredakan ketegangan, dia sengaja membagikan sirih ke ibu-ibu pengungsi. Menurut dia, sirih adalah salah satu cara efektif untuk sosialisasi dan mengurangi tekanan beban hidup. \"Di sini, mau gadis, mau nenek, semua suka sirih. Kalau tidak nyirih, kami bisa stres di sini,\" tuturnya lantas tersenyum.

     Johanna juga memastikan semua warga mendapatkan jatah makan sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang mengungsi. Setelah memeriksa warganya semua sudah mendapatkan jatah makan, dia baru bisa bernapas lega. \"Saya ingin Sinabung tak lagi mengeluarkan awan panas  supaya saya bisa makan dengan tenang,\" katanya.

     Lain cerita Kusnandar. Pria 49 tahun dari Jawa Barat ini sudah delapan tahun merantau sebagai penggali pasir. Selama beberapa hari, dia dan keluarganya berlibur di rumah kerabatnya. Karena itu, dia tidak tahu kalau rumahnya di Desa Beras Tepu disapu awan panas. Tanpa menengok rumahnya, bapak satu anak itu langsung memasukkan keluarganya ke posko pengungsian. \"Saya pikir letusan biasa. Tapi, setelah semua kawan saya mengungsi, saya langsung ke sini,\" terangnya.

     Setelah mengungsikan istri dan anak semata wayangnya, Kusnandar nekat kembali ke desanya untuk menengok rumahnya. Untung, rumahya masih utuh. Dia bahkan sempat mengambil tikar dan selimut untuk keluarganya. \"Ngeri sekali kondisi di atas (desanya). Selain jatuh abu, ada gerimis. Tumpukan abu sudah tebal sekali. Itu yang bikin kepleset beberapa kali. Tapi, mau bagaimana lagi, di sini tidak ada tikar. Kalau nggak gitu, kedinginan,\" jelasnya.

     Kekhawatiran juga melanda Benny Marlin, seorang warga Berastagi. Dia mengaku keluarga dan sejumlah tetangganya sudah bersiap-siap mengungsi ke Medan. Mereka bahkan sudah menyiapkan segala kebutuhan dalam sejumlah kopor untuk mengungsi. \"Kami sudah packing-packing koper. Jadi,  kalau (Sinabung) meletus, ya tinggal berangkat. Kebetulan,  saya sama kakak kan sedang kuliah di Medan. Jadi, kami punya rumah di sana,\" ujarnya.

     Seorang petugas posko, Sri Marhaeni, mengakui Jambur Taras tersebut sebenarnya sudah disewa untuk pesta pernikahan. Namun, karena tempat itu digunakan untuk posko pengungsian, akhirnya pesta perkawinan tersebut ditunda. \"Kalau orang protes, TNI nanti yang tangani,\" ujar perempuan yang menjadi kepala urusan pemerintah di Kecamatan Berastagi tersebut.

     Sri mengatakan, ada warga dari delapan desa yang mengungsi di Jambur Taras. Per 4 Januari, sudah ada 937 warga dari 255 kepala keluarga yang mengungsi di bangunan seluas 1.500 meter persegi tersebut. Mereka harus berjuang keras lebih awal daripada warga negara lain yang masih menikmati manisnya libur awal tahun.

(noe/c1)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: