Menangis setelah Mengetahui Dua Murid Batal Kuliah

 Menangis setelah Mengetahui Dua Murid Batal Kuliah

 Setelah berjalan beberapa bulan, Andini merasakan betapa orang tua anak-anak tersebut sulit membayar ongkos les buah hati mereka. \"Kalau anak-anak yang punya orang tua saja kesulitan membayar biaya les, bagaimana dengan anak-anak panti asuhan yang hidupnya lebih menderita?\" pikir dia.

 Atas dasar keprihatinan itulah Andini lalu mencari panti asuhan anak-anak yatim yang bersedia dijadikan objek pembelajaran. Kebetulan, tidak jauh dari rumahnya terdapat panti asuhan. Karena itu, dua minggu setelah menjajaki, Andini memberanikan diri untuk berdiri di depan sekitar 100 anak yatim dari berbagai jenjang pendidikan. Mereka dikumpulkan di masjid panti dan diajari dasar-dasar bahasa Inggris.

 Dalam perkembangannya, Andini merasa tidak sanggup bila harus mengajar sendiri. Karena itu, dia lalu mengajak empat kawannya untuk ikut terjun menangani ratusan anak panti asuhan tersebut. Mereka merupakan anggota PCMI (Purna Caraka Muda Indonesia), organisasi alumni siswa pertukaran pelajar 2012.

 Agar terwadahi dalam organisasi resmi, pada 29 April 2012, lima pemuda tersebut mendirikan komunitas Triple-P (Pemuda Peduli Panti). Mereka bersepakat untuk menularkan ilmunya kepada anak-anak panti secara bergantian.

 Dari mulut ke mulut, volunteer yang kebanyakan masih berstatus mahasiswa pun terus bergabung. Pelajaran yang diajarkan juga bukan melulu bahasa Inggris. Ada matematika, IPA, bahkan fotografi.

 \"Alhamdulillah, sekarang sudah angkatan keempat. Ada 50 relawan Triple-P. Yang mengajar 30 orang.\"

 Saat ini ada lima panti asuhan di Medan yang mendapatkan pengajaran reguler dari para relawan Triple-P. Selain itu, komunitas pemuda tersebut mulai menyebar ke daerah lain. Tercatat kini mereka memiliki cabang di Tebing Tinggi, Sumut, dan Lumajang, Jatim.

\"Kami masih butuh lebih banyak volunteer. Kami terus mencari relawan lewat Twitter dan Facebook. Kami juga terbantu oleh teman-teman wartawan yang memuat aktivitas kami,\" tambahnya.

Namun, di balik semua capaian tersebut, Andini tak serta merta bangga. Sebab, upaya meningkatkan taraf pendidikan anak-anak kurang mampu masih jauh panggang dari api.

\"Yang menyedihkan, anak panti asuhan sudah terbiasa diberi, terbiasa tidak menempuh pendidikan tinggi. Akhirnya, ada mental masa bodoh. Setelah lulus SMA, umumnya keluar panti dan pulang ke orang tua bagi yang masih punya. Di rumah dia kemudian menikah dan bekerja serabutan. Maka, dia mengulang lagi lingkaran kemiskinan itu,\" tuturnya.

Andini cs harus bekerja keras untuk memotong kebiasaan kurang baik di panti asuhan itu. Dia menawarkan kepada anak-anak panti yang hampir lulus SMA untuk melanjutkan kuliah melalui fasilitas yang disiapkan Triple-P. Akhirnya didapatlah lima siswa yang bersedia melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

Namun, persoalan belum selesai. Dana yang disiapkan ternyata masih kurang Rp 4 juta. Padahal, pendaftaran masuk kuliah tinggal sehari. \"Saya sempai meminta anak-anak berdoa agar dapat jalan keluar.\"

Ajaib. Setelah Andini pulang ke rumah, ada donatur yang mentransfer kekurangan dana tersebut ke rekening Triple-P. Sayang, kebahagiaan itu hilang saat dua anak yang mendadak membatalkan diri masuk.

\"Mereka diminta kerja oleh orang tuanya. Padahal, uang yang kami kirim seharusnya buat kuliah. Waktu itu saya sampai menangis mendengar berita itu,\" cerita gadis berjilbab itu.

(*/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: