Menangis setelah Mengetahui Dua Murid Batal Kuliah

 Menangis setelah Mengetahui Dua Murid Batal Kuliah

Andini Nur Bahri, Berkiprah Nyata dengan Komunitas Triple-P

 Usia boleh muda. Tapi, jangan tanya kiprahnya di masyarakat Medan, Sumatera Utara. Itulah yang ditunjukkan Andini Nur Bahri. Lewat komunitas Triple-P (Pemuda Peduli Panti), perempuan 25 tahun tersebut berjuang mengentas anak-anak kurang mampu dari jurang kemiskinan.

 M. SALSABYL AD\"N, Medan

 

 GAYA bicaranya yang ceplas-ceplos dengan logat khas Batak membuat Andini Nur Bahri tampak \"garang\". Namun, dia sebenarnya merupakan perempuan lembut yang antusias dan tidak mau diam.

 \"Kebetulan, hari ini saya off dari aktivitas. Saya mau mengerjakan tesis yang sudah berjalan,\" ujar Andini saat ditemui di rumahnya, Jl Jemadi, Medan, Minggu (5/1).

 Saat itu, dia mengenakan baju terusan warna denim dengan kerudung seadanya. \"Maaf ya, agak acak-acakan,\" tambahnya.

 Andini memang bukan aktivis sembarangan. Dia melakoninya dengan serius tanpa pamrih. Lewat komunitas yang didirikannya, Triple-P, Andini memberikan perhatian lebih terhadap lingkungan. Khususnya anak-anak kurang mampu yang tinggal di panti-panti asuhan.

 Berkat kepeduliannya yang besar itu, layaklah dia kemudian terpilih menjadi salah seorang pemenang pemilihan tokoh perempuan Tupperware SheCAN 2013.

 Andini mengungkapkan, semua itu berawal dari hobinya mengajar. Padahal, dirinya tidak memiliki latar belakang dunia pendidikan. Dia lulus D-3 Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara (USU), lalu mengambil kuliah S-1 jurusan komunikasi di kampus yang sama. Kini dia menempuh pendidikan S-2 di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, IAIN Sumatera Utara.

 \"Memang, hampir semua keluarga bapak menjadi guru. Tampaknya nurun ke saya. Hanya, saya tidak mau terikat jam ngajar khusus. Jamnya bergantung jadwal saya,\" kata Andini.

 Hasrat mengajar tersebut kali pertama disalurkan pada 2010. Saat itu Andini baru pulang mengikuti program pertukaran pemuda Australia-Indonesia Youth Exchange Program. Dari program tersebut, dia mampu menghasilkan dua buku pembelajaran sederhana bahasa Inggris.

 Karena itu, lewat kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni, Andini lalu menyediakan diri untuk mengajari anak-anak di sekitar rumahnya. Terutama anak-anak kurang mampu secara ekonomi.

 \"Biar yang bisa bahasa Inggris bukan hanya orang-orang yang bisa kursus pivat. Anak-anak yang kurang mampu juga berhak mendapat pembelajaran bahasa Inggris. Dari situlah saya mulai mengajar,\" tutur sulung lima bersaudara itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: