Syaratnya, Tempat Pameran Harus Jual Kopi Lokal

 Syaratnya, Tempat Pameran Harus Jual Kopi Lokal

 \"Varietasnya pun banyak. Kopi kita juga mendapat apresiasi dunia. Terbukti, muncul gerai-gerai kopi di luar negeri yang menggunakan nama Java, Toraja, dan lainnya,\" ujar Raymond.

 Itu pula yang terjadi di bidang seni. Banyak perupa Indonesia yang potensial, namun belum terekspos secara luas. Karena itu, komunitas Kopi Keliling berusaha menjembatani dua kepentingan tersebut. Yakni, kepentingan ekspresi para seniman dan para penikmat kopi.

 \"Dalam pameran itu, kami mengajak pengunjung untuk menikmati karya seni sekaligus merasakan nikmatnya kopi,\" jelasnya.

 Pria yang berprofesi freelance graphic designer itu menganggap gerakan seni-kopi tersebut merupakan bagian dari transisi karirnya di dunia seni selama ini. \"Beberapa kali saya bekerja di bidang seni, mulai membuka toko barang bekas yang menjual karya desain dan ilustrasi sampai kerja di sebuah EO (event organizer),\" ungkapnya.

 Raymond merasa menemukan kenikmatan tersediri saat menggelar pameran seni. Terlebih setelah dia tidak lagi bekerja di EO. Konsep Kopling pun tercetus saat dirinya bersama teman-teman nongkrong di kedai kopi. Lalu, didirikanlah komunitas yang kini digawangi tiga sekawan, Raymond Malvin, Patricia Wulandari, dan Arya Mularama, tersebut.

 Dalam setiap pameran, selain karya-karya seniman lokal, Kopling menghadirkan ahli-ahli kopi tanah air untuk berbincang tentang keahlian mereka.

 \"Sejumlah barista hebat pernah kami hadirkan dalam diskusi. Pernah juga pakar kopi Ronald Prasanto,\" kata Patricia. Ronald Prasanto adalah ahli molecular gastronomy yang kerap bereksperimen dengan kopi.

 Dalam diskusi itu, banyak diselipkan pengenalan kopi asal Indonesia. Raymond berharap yang disampaikan para ahli tersebut bisa membuka wawasan masyarakat tentang kopi Indonesia. Diskusi makin asyik karena ada hiburan live music.

 Raymond menuturkan, selama ini banyak kedai kopi yang men-support aktivitas Kopling. Hampir tidak ada kedai kopi yang menolak menjadi tempat penyelenggaraan pameran dan diskusi. Namun, panitia tetap konsisten mengajukan syarat, kedai kopi yang terpilih harus mengutamakan minuman dari biji kopi lokal.

 Raymond mengakui, tidak jarang pamerannya terkendala space. Namun, hal itu bukan masalah. Justru dengan terbatasnya ruang pameran, kata dia, suasana menjadi lebih hangat. Pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan para seniman. \"Kami sebisa mungkin tidak menggelar pameran di mal atau plaza. Sebab, taste-nya akan berbeda,\" paparnya.

 Selain pameran seni rupa, Kopling menyelenggarakan beberapa kegiatan pendukung. Antara lain, jual beli hasil kerajinan karya seniman yang diberi nama art market dan aksi sosial yang melibatkan para seniman. Ada donasi dari seniman dan masyarakat yang kemudian dibagikan kepada yang berhak.

 \"Kami juga membikin bioskop keliling dengan memutar film-film independen yang berkualitas,\" tegas Patricia.

(*/c5/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: