>

Pemilu Dibayangi 10 Juta DPT Siluman

Pemilu Dibayangi 10 Juta DPT Siluman

JAKARTA -  Wakil Komisi II DPR, Arif Wibowo mengatakan, masalah krusial menjelang Pileg sekarang ini adalah ketidakjelasan daftar pemilih tetap (DPT). \"Kami dari PDIP, sudah lama mempersoalkan sekitar 10 juta tambahan DPT yang sama dengan 60 kursi DPR. PDIP juga sudah dua kali mengajukan koreksi, tapi tak ada respon dari KPU,\" katanya seperti dikutip dari rilis Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) di Jakarta, Minggu (23/2).

Arif mengingatkan, jika DPT tidak segera dibereskan berpotensi jadi kecurangan Pemilu. KPU perlu menjelaskan secara terbuka kepada publik soal tambahan 10 DPT yang tak jelas asal muasalnya.
Menurut Arif, kejahatan Pemilu terhadap demokrasi. Konspirasi jahat dari pemilik modal dan penguasa, kata dia, selalu mengintai. Maka dari itu, rakyat harus mengawal Pemilu. Dominasi modal dan penguasa harus dilawan,  begitu juga mafia dan kartel harus dihambat oleh kekuatan rakyat.
\"Maka seberapa pun besarnya dukungan terhadap Jokowi, bisa diamputasi melalui kecurangan, dukungan kepada Jokowi bisa dilenyapkan,\" tegasnya.

Sementara itu, rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang masih terus menuai perdebatan antara pemerintah dan DPR, bisa dipastikan bakal molor dari target. Pengambilan keputusan atas RUU Pilkada di paripurna DPR yang ditargetkan pada 4 Maret nanti.

“RUU Pilkada belum pasti kapan akan dibawa ke paripurna. Beberapa fraksi menyatakan mereka bukan mesin, tidak bisa dipaksa. Jadi kemungkinan pengesahan ditunda. Bisa jadi pasca pemilu legislatif nanti,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR, Khatibul Umam Wiranu di Gedug DPR Senayan, Jumat (21/2).

Sekadar diketahui, DPR memasuki masa reses pada 6 Maret 2014. Dikhawatirkan hasil dari RUU Pilkada tidak optimal. Apalagi menurut Khatibul, pihaknya masih belum menemukan titik temu. Salah butir paling krusial ialah mekanisme pilkada bupati dan wali kota.

“Jadi belum ada titik temu disoal pilkada bupati dan wali kota dilaksanakan langsung atau lewat DPRD. Perdebatannya  masih alot, dan sebetulnya masih ada beberapa point-point krusial lainya lagi,” ujar politikus Partai Demokrat (PD) ini.

Salah satunya, lanjut Khatibul, adalah mekanisme penyelesaian sengketa pilkada juga menjadi butir krusial. “Apakah penyelesaian sengketa pilkada akan tetap di MK (Mahkamah Konstitusi), belum ada kesepakatan. Sebab dalam draft RUU Pilkada, ada penyerahan kewenangan penyelesaian sengketa dari MK ke MA (Mahkamah Agung),” tandasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh anggota komisi II DPR asal partai Golkar, Nurul Arifin. Masih banyaknya perdebatan antara pemerintah dengan DPR, dianggap sebagai faktor yang akan membuat pengambilan keputusan atas RUU Pilkada di paripurna DPR yang ditargetkan pada 4 Maret nanti bakal meleset.

“Banyak poin yang masih diperdebatkan oleh Komisi II DPR RI dan pemerintah. Salah satu hal yang belum disepakati adalah mekanisme pemilihan kepala daerah,” ujar Nurul, Jumat, (21/2).

Menurutnya, perdebatan yang muncul masih membahas, mekanisme pemilihnya, apakah melalui DPRD atau langsung, itu belum bulat seperti apa kesepakatanya. “Bahkan soal pilkada serentak, dari polisi juga ada perhitungan mengenai faktor keamanan. Katanya Polri jumlah personel terbatas,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, ada pasal mengenai pemilihan wakil kepala daerah yang masih jadi perdebatan. Pemerintah mengusulkan agar wakil kepala daerah tidak dipilih dalam satu paket dengan kepala daerah. “Pemerintah mengusulkan wakilnya dari PNS yang ditunjuk oleh kepala terpilih, ini belum clear karena ada yang mau satu paket. Soalnya dalam undang-undang kan nggak disebut soal wakil,” tandasanya.

Belum lagi, lanjut Nurul, ada sejumlah usulan baru yang muncul dalam pembahasan. Salah satunya berasal dari Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar yang ingin adanya tahapan uji integritas bagi calon kepala daerah. “Namun, usulan ini juga mengundang perdebatan. Sebagian anggota Komisi II tidak menghendakinya. Padahal semangatnya kan kita ingin kepala daerah terbaik,” pungkasnya.

(dms)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: