>

Ingin Jadi Pemain Profesional, Jaja Berhenti Jadi Pemulung

 Ingin Jadi Pemain Profesional, Jaja Berhenti Jadi Pemulung

 Karena kondisi yang serba kekurangan itu pula, Jaja harus mengikhlaskan adik pertamanya meninggal beberapa tahun lalu lantaran sakit. Orang tuanya tak punya biaya untuk mengobatkan ke dokter. Saking miskinnya, kini Jaja terpaksa ikut orang tua angkat. Orang tuanya sendiri sudah tidak mampu membiayai hidup anak-anaknya.

 Selama delapan bulan terakhir Jaja sempat bekerja di SPBU sebagai operator. Tapi, karena kemampuannya terbatas dan cuma lulusan SD, gajinya pun tak besar: Rp 600 ribu per bulan. Uang sebesar itu hanya cukup untuk dirinya sendiri.

 Sepulang kerja, biasanya dia menghabiskan waktu dengan futsal. Nah, saat ada seleksi SCWC, Jaja iseng ikut seleksi karena gratis. Apalagi, yang diutamakan anak jalanan. \"Ternyata saya lolos dan bisa sampai ke Brasil. Itu saja sudah sangat senang, sekarang dapat kesempatan berlatih di JFA. Saya akan kerja keras agar bisa meraih cita-cita jadi pemain sepak bola dan memperkuat klub. Dapat penghasilan yang lebih layak untuk keluarga saya,\" tegas Jaja dengan mata berkaca-kaca.

 Sejak ikut SCWC, remaja kelahiran Karawang, 10 September 1997, tersebut melepaskan pekerjaannya di pom bensin. Sampai kini dia belum mendapat pekerjaan lagi. Untung, sisa uang saku ke Brasil masih ada. \"Sekarang fokus saya latihan. Nanti juga mau diikutkan mewakili JFA di seleksi timnas U-17. Mudah-mudahan lolos,\" harap putra pasangan Kudus dan Wasti tersebut.

 \"Saya sudah nggak sekolah, mau kerja dapatnya pasti kecil. Ya ini satu-satunya jalan buat saya ke depan untuk bisa memperbaiki kehidupan. Saya siap kerja keras dan fokus untuk sepak bola,\" tegasnya.

 Wajar saja Jaja berkata demikian. Dengan pengalamannya memulung dan bekerja di pom bensin, pendapatannya jauh dari cukup untuk hidup di Jakarta. Daripada konsentrasinya terpecah, selama beberapa pekan ke depan dia menyiapkan diri untuk mengikuti seleksi timnas U-17 yang akan digelar awal Mei.

 Selain Suharja, menurut Direktur Akademik JFA Rasiman, ada dua pemain SCWC yang masuk dalam radarnya. Yaitu M. Malik dari Surabaya dan Wahyu Rizky dari Jabar. Memang Wahyu yang berposisi penjaga gawang tak sampai terbang ke Brasil karena kuotanya yang hanya sepuluh orang. Namun, JFA menilai dia layak direkrut.

 \"Mereka kami nilai potensial dan masih bisa lebih baik lagi. Bukan melulu yang lolos ke Brasil,\" ujar anggota TNI-AU berpangkat peltu yang bertugas di Disops Denma Mabes AU tersebut.

 Rasiman mengakui bahwa hingga saat ini JFA memang belum mampu menyalurkan pemain ke klub-klub profesional di Liga Indonesia. Sebab, pemain angkatan pertama JFA rata-rata masih berusia 16 tahun. JFA baru terbentuk pada 2010. \"Ke depan kami akan bekerja sama dengan salah satu klub ISL. Jika terus berkembang, anak-anak SCWC ini punya peluang masuk klub itu. Tapi, mereka harus berlatih keras dan tak mudah puas,\" tuturnya.

 Sementara itu, salah seorang pelatih JFA Deris Hardiansyah menyebutkan bahwa pemain-pemain lulusan SCWC yang mendapat program gratis tersebut terpilih karena kemampuannya. Bagi dia, pemain-pemain itu punya bakat besar. Tinggal dipoles agar tekniknya lebih bagus lagi. \"Jika berlatih dengan benar, mengikuti program dengan konsisten, dan tak malas, tinggal menunggu waktu, cita-cita mereka akan tercapai,\" tandasnya.

(*/c9/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: