Hukum Pemburu Badak Sumatera dengan Dijadikan Saudara
Lindungi Satwa Hutan Leuser, Rudi Putra Raih Green Nobel Goldman 2014
Menjadi korban banjir karena kerusakan hutan Leuser membuat Rudi Putra bergerak. Dia melakukan aksi nyata untuk mengembalikan huta di sekitar rumahnya. Upaya gigih Rudi itu diganjar Green Nobel di Amerika Serikat.
M HILMI SETIAWAN, Jakarta
HUTAN Leuser membentang seluas 2,6 juta hektare mulai Provinsi Aceh hingga Provinsi Sumatera Utara. Kelestarian hutan konservasi yang menjadi kebanggaan penduduk serambi Makkah itu perlu dijaga. Sebab, ancaman kerusakan menunggu di depan mata.
Adalah Rudi Putra, warga asli Seruai, Aceh Tamiang, yang menjadi pelopor penyelamatan hutan Leuser tersebut. Pria kelahiran 7 Februari 1977 itu menuturkan, kerusakan lingkungan hutan Leuser mengancam kehidupan manusia serta satwa di dalamnya.
\"Saya tergerak menyelamatkan hutan Leuser itu karena merasakan sendiri dampaknya,\" ujar lulusan jurusan biologi Universitas Syah Kuala (Unsyah) tersebut di Jakarta kemarin. Dia sedang berada di Jakarta untuk mengikuti pertemuan dengan calon lembaga donor.
Rudi menuturkan, kampung halamannya di Seruai berkali-kali mengalami musibah banjir besar. Setelah dia amati, ternyata banjir itu merupakan kiriman dari hulu sungai di dalam hutan Leuser. Jadi, tidak ada pilihan bagi Rudi selain bertindak nyata dengan mengembalikan kelestarian hulu sungai tersebut.
Tidak disangka, usaha dari niat sederhana itu berdampak lebih jauh. Yakni, upaya penyelamatan badak sumatera yang terancam punah. \"Jadi, jika saya ingin memulihkan Leuser, saya harus menjaga penghuni habitatnya, badak sumatera,\" ungkap Rudi.
Pria yang memulai karir di Unit Manajemen Leuser itu menceritakan, badak di rimba Leuser tersebut masih berkerabat dengan badak bercula satu yang menjadi ikon Taman Nasional Ujung Kulon.
Dari pengamatan intensif bersama teman-temannya, Rudi menyimpulkan bahwa badak sumatera bertahan di dalam belantara Leuser. \"Badak di Leuser tidak menyebar secara luas. Tetapi, tempatnya terkumpul di suatu area yang lokasinya dirahasiakan. Upaya itu semata untuk mencegah perburuan liar,\" ujarnya. Badak tersebut sehari-hari keluar sendirian alias tidak berkelompok seperti harimau atau singa.
Rudi yang bersama teman-temannya membentuk Forum Konservasi Leuser (FKL) setiap hari berkeliling hutan untuk patroli keselamatan badak. Dia menjelaskan, berdasar hasil penelitian pada 1985 oleh peneliti Belanda, populasi badak di dalam hutan Leuser mencapai 39 ekor. Kemudian, dari hasil penelitian yang keluar pada 1990, jumlah badak itu menyusut menjadi sekitar 20 ekor.
\"Setelah ada penjagaan, saat ini diperkirakan jumlah badak sumatera meningkat. Namun, jumlah detailnya masih kami usahakan,\" katanya.
Tetapi, Rudi mengungkapkan, banyak indikasi yang berujung pada kesimpulan peningkatan jumlah populasi badak. \"Di antaranya, sudah tidak ditemukan lagi bangkai badak hasil perburuan,\" ujarnya. Ancaman perburuan badak perlahan-lahan berhasil mereka tekan. Cara berburu badak yang lazim dilakukan masyarakat adalah membuat jebakan.
Bapak satu anak itu menyatakan memiliki cara tersendiri dalam menindak para pemburu badak itu. Dia sama sekali tidak memakai cara-cara kasar menghadapi pelaku perburuan badak tersebut. Dia bahkan menjadikan para pelaku perburuan badak itu sebagai saudara. \"Ada anak-anak pelaku perburuan badak itu yang malah kami rekrut untuk bekerja di tempat kami,\" ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: