>

Kepala Daerah Tolak Pilkada Dipilih DPRD

Kepala Daerah Tolak Pilkada Dipilih DPRD

JAMBI  - Pandangan partai politik atau fraksi pendukung pemilihan kepala daerah dipilih DPRD, terus mendapat perlawanan. Tidak hanya dari kalangan aktivis dan partai pendukung Jokowi-JK, para kepala daerah maupun wakil kepala daerah juga menyatakan mendukung sistem pemilihan pilkada langsung, dan menolak sistem pemilihan DPRD. Wabup Tanjabtim, H Ambo Tang menegaskan secara pribadi dirinya lebih menginginkan agar pemilihan kepala daerah agar rakyat yang tetap memilihnya.

\"Tetap seperti Undang-Undang Nomor 32 yang menyatakan kepala daerah dipilih oleh rakyat,\" tegasnya kemarin (11/9) saat dihubungi via ponsel.
Hanya saja, lanjutnya, dalam undang-undang itu ada beberapa pasal yang memang harus diubah, tanpa menyebutkan pasal berapa dan perubahan apa saja.\"Sehingga kita tidak lagi harus kebelakang,\" jelasnya.
Menurutnya, dengan pemilihan kepala daerah oleh rakyat berarti mengembalikan kedaulatan ditangan rakyat, dengan menentukan figur yang menurut rakyat baik. \"Karena demokrasi kita kan sudah hampir bagus, kenapa lagi harus kepala daerah dipilih DPR?. Itulah pendapat selaku pribadi,\" terangnya.

Wakil Bupati Tanjungjabung Barat, Katamso juga memiliki pendapat serupa. Katanya, lebih baik Pilkada dipilih secara langsung, dibandingkan dengan dipilih oleh DPRD. Karena dengan pemilihan secara langsung,  semua warga memiliki kesempatan untuk bertarung.

‘’Saya ini PNS dengan Pilkada langsung, saya bisa terpilih,’’ tuturnya.

 Wakil Bupati Tebo, Hamdi sendiri memiliki pendapat lain. Dia mengaku semua sistem pemilihan kepala daerah bagus. Baik itu pemilihan secara langsung maupun tidak langsung.

‘’Apapun yang disahkan oleh DPR kita taat dan patuh,’’ tukasnya.

Sementara itu,  Apkasi dan Apeksi sendiri melakukan rapat koordinasi bersama menyikapi perkembangan pembahasan Rancangan Undang Undang Pilkada di Grand Sahid Hotel, Jakarta, kemarin (11/9). Mewakili lebih dari 500 kepala daerah, sebanyak 46 bupati, 11 walikota, 23 wakil bupati dan lima wakil walikota hadir dalam pertemuan tersebut.

                Ketua Umum Apkasi Isran Noor menyatakan, hasil rapat koordinasi menghasilkan enam poin keputusan. Poin pertama adalah sikap Apkasi dan Apeksi yang menyatakan mendukung agar pelaksanaan pilkada langsung tetap menjadi aturan main dalam RUU Pilkada. \"Kami menolak pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD,\" ujar Isran dalam pernyataannya.

       Menurut Isran, kekhawatiran bahwa sistem pilkada langsung memunculkan praktek politik uang, biaya mahal, dan potensi konfilk horizontal sudah memiliki solusi. Untuk mengurangi biaya mahal dan munculnya konflik horizontal, pilkada bisa dilakukan secara serentak. Pilkada serentak ini bisa dilaksanakan secara nasional, ataupun secara regional di satu provinsi terlebih dahulu.

                \"Rakyat tidak ingin hak itu diambil oleh parpol,\" kata Bupati Kutai Timur itu.

       Isran juga menyatakan sikap tidak terima, terkait pernyataan bahwa pilkada langsung memunculkan praktek korupsi. Menurut dia, sampai saat ini tidak ada bukti-bukti di pengadilan yang mengaitkan itu dengan pilkada langsung. Justru, korupsi yang massif justru terjadi di pemerintahan dan anggota dewan yang berada di tingkat pusat.

       \"Di Jakarta banyak korupsi besar, apakah karena pilkada langsung? Tidak kan. Itu hanya kesimpulan yang lebay, berlebihan,\" ujar mantan bakal capres peserta Konvensi Rakyat  itu.

       Di tempat yang sama, Ketua Umum Apeksi Vicky Lumentut menegaskan pernyataan Isran. Menurut dia, Apeksi sudah sebanyak tiga kali melakukan rakor dengan mengagendakan tema yang sama. Jawaban dari Apeksi tetap sama, yakni menolak pelaksanaan pilkada oleh DPRD.

                \"Semangat teman-teman tetap sama, bahwa kami menolak kalau pilkada walikota dan bupati yang sudah bagus dipilih rakyat dikembalikan ke DPRD,\" ujar pria yang menjadi walikota dari bendera Partai Demokrat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: