Kenaikan Ideal Harga BBM Rp 3 Ribu
Baiknya Kuartal Empat Tahun Ini
JAKARTA-Opsi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali dilontarkan oleh Bank Indonesia (BI). Kali ini, otoritas moneter itu menyuguhkan pilihan angka kenaikan yang drastis, yakni langsung Rp 3 ribu per liter. Level peningkatan tersebut dinilai lebih cepat meredam gejolak inflasi atau tekanan harga ketimbang dilakukan secara bertahap.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, apabila harga BBM bersubsidi dinaikkan secepatnya, pihaknya memastikan penurunan inflasi juga akan cepat. \"Kalau semakin tertunda, kenaikan inflasinya juga akan tertunda, dan moneter harus dijaga terus (ketat),\" ungkapnya di Gedung BI, kemarin (12/9).
Menurut mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu, berapapun kenaikan harganya, memang tetap akan ada ancaman inflasi. Misalnya, apabila BBM bersubsidi naik 1 persen atau Rp 1.000 per liter, maka proyeksi tabahan kenaikan inflasinya mencapai 1,2-1,5 persen. Sedangkan jika BBM bersubsidi langsung dinaikkan Rp 3 ribu per liter, maka sumbangan ke inflasi sebesar 2,5-3 persen.
\"Jika naik Rp 1.000 per liter tahun ini, untuk mengatasi defisit anggaran dan neraca berjalan, harus dinaikin Rp 2 ribu per liter lagi pada 2015. Lebih baik langsung dinaikin Rp 3 ribu per liter agar cepat teredam (inflasi),\" ujarnya.
Di samping membawa kebaikan untuk meredam dampak inflasi yang berkepanjangan, kenaikan BBM yang segera dinilai dapat meminimalkan risiko tambahan dari sektor eksternal, yakni kenaikan suku bunga bank sentral AS (Fed rate). Oleh karena itu,Mirza mengatakan, kenaikan BBM bersubsidi akan sangat baik bila dilakukan pada kuartal ke empat 2014.
\"Tapi kalau bisa jangan lewat Januari-Februari 2015. Makin cepat makin baik. Karena, jika pekerjaan rumah belum selesai, tapi terkejar kenaikan suku bunga Amerika, pertumbuhan ekonomi akan makin tertekan,\" tuturnya.
Sebagaimana diwartakan, The Federal Reserve berencana menaikkan tingkat suku bunga acuannya ke level 2-3 persen dalam jangka waktu dua-tiga tahun ini. Kebijakan itu dibuat untuk merespon pertumbuhan ekonomi AS yang dinilai semakin baik. Pada 2015, Fed rate diproyeksi naik pada kisaran 0,75-1,25 persen. Sementara pada 2016, hampir dipastikan Fed rate naik 1,75-2,25 persen. Risiko kenaikan Fed rate tersebut antara lain berbalik arahnya dana asing yang selama ini masuk ke kantong Indonesia, untuk mengejar return tinggi di AS.
\"Nah, kalau dalam kondisi seperti itu tidak ingin suku bunga naik, inflasinya harus turun. Tidak ada kebijakan yang bisa memuaskan semua pihak. Tapi harus ada short term pain-nya dulu,\" tuturnya. Inflasi, kata Mirza, setidaknya dipertahankan seperti Thailand atau Filiphina pada level 3-4 persen untuk mencegah kenaikan suku bunga acuan BI.
(gal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: