>

Seleksi Calon Menteri Profesional dan Partai Berbeda

Seleksi Calon Menteri Profesional dan Partai Berbeda

       \"Bukannya tidak berani, tapi belum waktunya. Untuk pengumumannya pasti setelah 20 Oktober,\" ujarnya.

       Sementara itu, Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto menjelaskan, secara umum seleksi untuk calon menteri akan diawali dengan melakukan rekam jejak. Setiap menteri harus dipastikan harus memiliki rekam jejak yang jelas dan tidak masuk dalam daftar hitam yang telah dibuat dan diusulkan Tim Transisi. \"Tahap awal ini yang dilakukan,\" ujarnya ditemui di Rumah Transisi.

       Daftar hitam itu diantaranya, menteri tidak boleh terlibat pelanggaran hak azasi manusia (HAM) dan tidak pernah merusak lingkungan. Keduanya menjadi persyaratan awal agar menteri bisa lolos ke tahap selanjutnya. \"Nantinya, Pak Jokowi-JK yang menentukan setelah lolos seleksi,\" tuturnya.

       Langkah selanjutnya, juga akan ada uji loyalitas terhadap calon menteri. Setiap calon menteri hanya boleh loyal pada Presiden-Wapres, seperti yang pernah dikemukakan Jokowi bahwa menteri harus lepas jabatan dari partai. \"Kalau tidak loyal pada Presiden tentu tidak akan lolos,\" terangnya.

       Saat ditanya apakah akan melakukan lelang jabatan untuk seleksi menteri\" Andi justru menuturkan bahwa seleksi antara menteri profesional dengan yang berasal dari partai tentu akan diperlakukan berbeda. Calon menteri dari profesional akan diseleksi sendiri oleh Jokowi-JK dan dari calon menteri dari parpol tentu akan diusulkan dari partai politik. \"Lebih detailnya hanya Pak Jokowi-JK yang mengetahui,\" ujarnya.

       Namun, lanjut dia, seleksi menteri asal partai justru dipandang sebagai pekerjaan rumah bagi partai di Indonesia. Selama ini ada pandangan jika menteri dari unsur partai kemampuannya dipertanyakan. Karena itu, nanti partai politik harus bekerja lebih keras menyeleksi anggotanya, sebab nantinya harus terbentur dengan kriteria yang diingikan Jokowi-JK. \"Kuncinya partai harus menyeleksi dengan ketat,\" ujar Andi.

       Soal nama-nama menteri, sebenarnya Jokowi-JK telah menunjuk tiga orang untuk menjadi Tim Penyelaras Akhir. Tim ini bertugas untuk menyelaraskan antara program kerja dengan nama kementerian. \"Siapa tiga orang ini belum bisa saya sebut,\" jelasnya.

       Yang jelas, saat ini ketiga anggota Tim Penyelaras Akhir ini sedang membahas nama-nama kementerian di luar Jakarta. Caranya dengan melihat setiap bidang, apakah perlu untuk dibuat lembaga baru. Misalnya, apakah bidang infrastruktur perlu untuk dibuat kementerian. \"Saya tidak bisa sebut dimananya,\" terangnya.

       Tim tersebut, lanjutnya, memiliki batas waktu kerja hingga Jumat depan (19/9). Setelah itu hasilnya akan dilaporkan ke Jokowi-JK dan keputusan akhirnya tentu ada ditangan keduanya. \"Itu hak preogratif presiden,\" jelasnya.

Gambaran struktur kabinet Presiden dan Wapres terpilih Jokowi-JK mendapat tanggapan dari jajaran pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Salah satunya Mensesneg Sudi Silalahi. Menurut Sudi, Jokowi dan Jusuf Kalla pasti sudah memiliki pertimbangan matang terkait struktur kabinetnya. Menyoal dihapuskannya posisi Wamen, kecuali Kemenlu, Sudi menuturkan bahwa hal tersebut bergantung pada keputusan presiden terpilih.

Namun, Sudi memaparkan, berdasarkan evaluasi pada jaman pemerintahan SBY, keberadaan Wamen memang diperlukan. \"Mengapa kita ada wamen, karena dirasakan ada kebutuhan yang luar biasa,\"papar Sudi di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin (16/9).

Sudi mencontohkan, Kemenkeu sampai harus memiliki dua wamen, karena banyaknya beban kerja yang menjadi tanggung jawab kementrian tersebut.\" Tidak jauh berbeda dengan Kemenlu yang kegiatannya sangat padat. Selain itu, terkadang tugas dan tanggung jawab menteri, tidak bisa diwakilkan ke pejabat-pejabat eselon I. Di samping itu, seringkali DPR menolak jika rapat dengan Kementrian namun hanya diwakili pejabat eselon terkait.

\"Misalnya ada rapat-rapat mengenai anggaran (Kemenkeu) di DPR, DPR-nya nggak mau kalau diwakili oleh eselon I atau dirjen, harus wakil menteri. Begitu dengan Menlu, nanti ada urusan-urusan yang berkaitan dengan Menlu, tentu tidak bisa diwakilkan kepada eselon I. Justru berdasarkan keperluan kita makanya dulu ada wamen itu. Kita rasakan sekali beban pekerjaan menteri-menteri tertentu itu sehingga perlu wamen,\"urainya.

Meski begitu, Sudi menghormati keputusan Jokowi yang meniadakan Wamen dalam jajaran kabinetnya. Menurut dia, kemungkinan pemerintahan yang akan datang sudah memiliki solusi untuk mengatasi banyaknya beban kerja Menteri. \"Kalau sekarang mungkin dengan kebijakan yang baru, mungkin ada solusi dan sebagainya,\"imbuhnya.

Semen tara itu, Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam tampaknya menganggap remeh struktur kabinet Jokowi-JK yang baru saja diumumkan. Dia menilai adanya inkosistensi terkait jumlah kementrian yang ada dalam jajaran kabinet tersebut. \"Kita lihat perkembangannya saja, sebelumnya kan ada wacana 20 (kementrian) sekarang 34, ya kita lihat saja,\"ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: