Perdebatan Hangat Malah saat Menyensor Film Religi

Perdebatan Hangat Malah saat Menyensor Film Religi

  Selain itu, dia menceritakan, tidak jarang pihaknya mengundang personel TNI-Polri dan BIN untuk ikut menyensor film. \"Ya, mereka harus nonton,\" ucapnya santai.

  Biasanya anggota TNI-Polri diundang untuk menyensor film-film yang berbau perang dan politik. Maksudnya, menangkal potensi ancaman keamanan nasional yang dibawa pihak tak bertanggung jawab lewat film.

  \"Kalau film perang-perangan itu kan juga harus dilihat apakah ada potensi mengancam keamanan nasional atau tidak. Pernah juga waktu Orde Baru (Orba) segala hal yang berbau palu arit langsung dihapus. Tapi, kalau sekarang sepertinya lebih longgar,\" ucapnya.

  Cerita unik lainnya di balik penyensoran film adalah seringnya muncul perdebatan di antara tenaga sensor tentang scene mana yang harus disensor. Sudiono mengatakan bahwa tenaga sensor yang berasal dari berbagai kalangan bisa punya pendapat dan tafsir yang berbeda mengenai pantas tidaknya suatu scene dalam film untuk ditonton masyarakat. \"Kalau ada 45 tenaga sensor, ya hasilnya bisa ada 45 pendapat yang berbeda,\" tuturnya.

  Perdebatan hangat tersebut biasanya sering terjadi saat menyensor film yang bernuansa religi. Jika film nonreligi, tak banyak petugas sensor yang berdebat. Tapi, menyensor film religi tidaklah gampang. Bahkan, LSF mengundang pihak dari kalangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). \"Biasanya mereka memperdebatkan soal pakaian hijab bagi perempuan yang ada di dalam film, kalau Muhammadiyah segini, kalau NU segini,\" ujar Sudiono sambil tangannya menunjukkan batasan kain hijab menurut pandangan dari dua ormas besar tersebut.

  Kendati demikian, itu sudah lumrah. Menurut dia, yang patut diancungi jempol adalah anggota tenaga sensor yang berbeda pandangan dengan anggota lainnya tetap menghormati materi film yang menceritakan kelompok tertentu. Misalnya, penyensoran film Sang Pencerah yang menceritakan sosok KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Pihak NU turut diundang untuk menilai film tersebut. \"Mereka menghormati juga,\" kata dia.

  Tidak hanya menyensor film, LSF ternyata juga bertugas menyensor iklan yang tayang di televisi. Sudiono mengatakan bahwa pihak LSF sering menolak atau meminta pembuat iklan untuk memperbaikinya. Sebab, isinya tidak masuk akal dengan produknya. \"Banyak sekali iklan yang isinya tidak masuk akal, seperti ada iklan produk makanan. Masak ada ayam di atas rambut orang, itu kan tidak masuk akal. Yang seperti itu kami tolak,\" tegasnya.

  LSF juga bakal menolak iklan yang isinya dinilai tidak mendidik dan menunjukkan perbuatan tercela. \"Ada iklan produk minuman. Di situ ditayangin anak nyolong mangga dari pohon pakai ketapel. Terus karena si anak kelelahan, sama ibunya dihadiahi minuman sirup, itu kan sudah nggak bener,\" tandasnya.

  Karena itu, pihak LSF tiap tahun mengundang dan mengajak berbagai pihak agar membuat iklan yang masuk akal dan mendidik. \"Bikin iklan itu yang masuk akal saja, jangan sampai menipu pembeli juga,\" kata Sudiono.

(*/c10/end)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: