Pakar: SBY Tidak Fair!
Perppu Ditolak DPR, UU Pilkada Tak Berlaku
JAKARTA – Rencana Presiden SBY yang akan menandatangani UU Pilkada untuk kemudian membatalkannya dengan mengeluarkan Perppu Pilkada menuai kritik.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat,Asep Warlan Yusuf mengatakan rencana SBY tersebut sangat tidak logis dan para pihak yang mendukung dikeluarkannya perppu jelas tidak memahami antaran kepentingan politik dan hukum.
“Langkah itu jelas tidak logis. SBY sebagai presiden sudah menugaskan menteri dalam negeri sebagai wakilnya untuk membahas UU itu di DPR. Pemerintah melalui Mendagri sebagai perwakilan presiden sudah menerima substansinya UU itu dan mendagri tidak mengajukan keberatan,” kata Asep (Rabu, 1/10).
Dia heran mengapa SBY tiba-tiba mau mengeluarkan Perppu padahal sudah mengutus Mendagri Gamawan Fauzi untuk membahas RUU Pilkada. Kalau memang kenyataannya seperti itu, seharusnya SBY saja yang membahasnya, tak usah mengutus anak buah.
Rencana mengeluarkan Perpu ini jelas menunjukkan SBY sebagai presiden tidak konsekuen sekaligus menunjukkan ketidakpahaman SBY terhadap UUD. Dalam UUD tertulis RUU itu dibahas dan disetujui bersama antara Presiden dan DPR. Jadi menurutnya SBY tidak bisa mengatkan dirinya tidak membahas hal itu dan tidak menyetujuinya.
“Kalau mau merubah isinya setelah disetujui, jelas SBY tidak konsekuen. Seharusnya dia membaca pasal 20 ayat 2 UUD 1945 yang isinya setiap rancana undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Sekarang RUU itu sudah dibahas dan disahkan bersama,lantas sekarang dia mau ubah itu?” ujarnya heran.
Lagipula menurutnya sangat tidak masuk akal kalau SBY menandatangani UU kemudian langsung mengeluarkan Perppu. “SBY kan menginginkan agar 10 opsi yang diajukannya diterima oleh DPR sebelum disahkan.Tapi ketika itu ditolak, dia mau mengeluarkan Perppu. Negara tidak dijalankan seperti itu ketika keinginan kita tidak diakomidir lantas Perppu dikeluarkan. Itu namanya tidak fair,” demikian Asep.
Staf Ahli Mendagri Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) merupakan hak subjektifitas Presiden.
Karena itu jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menerbitkan Perppu untuk membatalkan Undang-Undang Pilkada oleh DPRD, maka keberadaan Perppu sah.
Hanya saja Perppu ditolak oleh DPR, maka akan terjadi kekosongan hukum yang mengatur pelaksanaan pilkada di Indonesia. Pasalnya, di satu sisi keberadaan UU Pilkada dianulir oleh hadirnya Perppu dan Perppu sendiri ditolak oleh DPR.
“Jadi kalau Perppu ditolak oleh DPR, tidak bisa kembali ke UU Pilkada (yang disahkan dalam rapat paripurna DPR,red). Karena sudah dicabut dengan Perppu. Nggak bisa juga kembali menggunakan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemda, karena sudah dicabut dengan UU Pilkada dan UU Pemda yang baru,” kata Zudan.
Kondisi ini kata birokrat bergelar profesor itu, perlu dipikirkan bersama-sama untuk menjaga agar proses pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Selain kemungkinan ditolak DPR, lanjutnya, keberadaan Perppu nantinya juga dapat dibatalkan jika terdapat kelompok masyarakat yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan MK menyetujuinya.
“Bedanya, kalau dibatalkan oleh MK, dapat saja disebutkan kembali ke undang-undang sebelumnya. Tapi kalau oleh DPR, itu hanya mengatur ditolak atau disetujui. Jadi kita harapkan yang terbaik-lah. Agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: