Nasib Ketua DPR Bisa seperti Anas
Sprindik KPK Atas Nama Setya Novanto Bocor ke Publik
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak pernah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Ketua DPR RI Setya Novanto. Meski begitu, dugaan bocornya Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) KPK itu bukan kali pertama terjadi.
\"Itu hoax (bohong) ya. KPK sudah sampaikan bahwa sprindik itu tidak ada. KPK belum pernah mengeluarkan sprindik atas nama Setya Novanto,\" ujar jubir KPK Johan Budi kepada media di gedung KPK, Jakarta, Selasa (07/10). Saat disinggung apakah benar nantinya Setya Novanto akan menjadi tersangka juga sama seperti Anas Urbaningrum yang juga sprindiknya bocor sebelum menjadi tersangka, Johan menegaskan bahwa sprindik atas nama Setya Novanto yang beredar saat ini berbeda dengan sprindik yang bocor beberapa waktu lalu atas nama Anas Urbaningrum.\"Kalau Anas beda. Waktu itu kan draf sprindik, kalau ini orang membuat sprindik sendiri,\" jelasnya.
Menurutnya, ada seseorang yang ingin memperkeruh suasana dengan menyebarkan sprindik palsu atas nama Setya Novanto.\"Kita nggak tahu (tujuannya). Orang dengan gampang membuat alamat email lalu menyebarkan. Mungkin ada orang yang ingin memperkeruh suasana. KIta nggak tahu apa tujuannya,\" papar Johan. Disinggung apa tindakan KPK untuk menemukan siapa dalang dibalik sprindik palsu, Johan hanya pasrah. Pasalnya sangat sulit untuk mencari dan mengetahui siapa pelakunya.\"Susah, ga bisa, yang bisa dilakukan membantah dan menjelaskan ke publik apa yang sebenarnya. Kami juga tidak lapor ke polisi,\" pungkasnya.
Sementara, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai beredarnya sprindik palsu tersebut sebagai bagian dari upaya menjatuhkan kredibilitas KPK, oleh karena itu KPK akan meningkatkan kewaspadaan. \"Prinsip pertama, KPK tidak pernah keluarkan sprindik itu yang kedua, KPK akan mengkaji keaspalan (asli atau palsu) sprindik itu. Ketiga dalam situasi seperti ini, KPK akan lebih meningkatkan kewaspadaannya. Bisa saja ada kelompok tertentu dengan sengaja melakukan fitnah untuk merusak kredibilitas KPK dengan mengedarkan sprindik palsu,\" pungkasnya.
Terpisah, pengamat hukum pidana Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan peluang Setya Novanto bernasib seperti Anas Urbaningrum fifty-fifty. Ini bisa dilihat dari beredarnya sprindik Anas sebelum menjadi tersangka. \"Sprindik itu tergantung pada waktu penerbitannya. Tapi sampai saat ini KPK mengatakan itu sprindik Setya Novanto palsu. Ini potensinya 50-50,\" ujar Abdul kepada Radarpena.com.
Menurutnya, indikator Setya Novanto bisa seperti nasib Anas karena beberapa kali penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap Setya Novanto. Namun bisa juga sebaliknya. \" Tapi pemeriksaan terhadap dirinya menjadi satu kemungkinan,\" jelasnya. Namun, bahwa Setya Novanto itu pernah dipanggil oleh KPK dalam kasus korupsi itu satu hal tersendiri.
Yang jelas, KPK harus terus bekerja sesuai dengan koridor hukum dan jangan terpengaruh politik apapun. Sebab KPK saat ini sangat dipercaya masayarakat.\"Bahwa ada orang iseng mungkin iya. Dibawa ke ranah politik KPK harusnya cuek saja nggak usah takut, jalan terus ,\" pungkasnya.
Diketahui, Senin (06/10) , beredar dokumen serupa sprindik atas nama Setya Novanto. Dalam dokumen itu tertulis bahwa KPK melakukan penyidikan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan proses perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIII di Riau yang diduga dilakukan oleh tersangka Setya Novanto selaku anggota DPR.
Disebutkan pula bahwa Setya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dokumen tersebut tampak ditandatangani Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada tanggal 25 September 2014. Beredarnya dokumen serupa sprindik KPK bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, KPK sempat direpotkan dengan beredarnya draf sprindik atas nama mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Bedanya, draf sprindik itu diakui KPK sebagai dokumen asli. Dampak dari beredarnya dokumen ini, KPK membentuk Komite Etik. Hasil pemeriksaan Komite Etik menyebutkan adanya pelanggaran etika yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad dan Adnan Pandupraja.
Selain draf sprindik Anas, pernah pula dokumen serupa sprindik atas nama mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dan Bupati Bogor Rachmat Yasin. Dokumen serupa sprindik Jero dan Yasin itu beredar tahun lalu. Menurut dokumen itu, Jero ditetapkan sebagai tersangka kasus suap kegiatan di sektor hulu migas di SKK Migas, sedangkan Rachmat ditetapkan sebagai tersangka kasus suap tempat pemakaman bukan umum (TPBU). KPK lalu menyatakan bahwa dokumen itu tidak pernah diterbitkan KPK. Kini, baik Jero maupun Yasin berstatus sebagai tersangka KPK. Jero ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan di Kementerian ESDM, sedangkan Yasin kini menjadi terdakwa penerimaan suap terkait tukar lahan kawasan hutan seluas 2.754 hektar untuk PT Bukit Jonggol Asri.
(jhon/wmc)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: