Berburu Batu Luar, Khas Jambi Kurang Dilirik
Virus Batu Membumi di Seantero Jambi
VIRUS batu akik yang saat ini sedang booming ternyata tidak hanya terjadi di kota-kota besar di Indonesia saja atau di kota-kota yang terkenal penghasil batu akik seperti Maluku Utara, Kalimantan, Banten, Lampung, Aceh dan kota-kota lainnya.
Akan tetapi, bak bola salju, ‘virus’ positif ini terus menggelinding hingga membumi di 11 kabupaten/kota se Provinsi Jambi. Mulai dari kalangan paling bawah hingga kalangan atas, menjadi penyuka cincin. Ini terlihat dengan menjamurnya lapak-lapak, kios, maupun toko yang menjual batu akik di Provinsi Jambi, khususnya di Kota Jambi, baik dalam bentuk jadi maupun masih dalam bentuk bongkahan.
Menariknya, meski sudah menjamur, namun gerai-gerai itu selalu ramai dikunjungi warga. Tak terbantahkan, untuk saat ini semua kalangan menjadi penyuka batu cincin.
Sama seperti daerah lainnya, Jambi juga memiliki beberapa batu yang menjadi ciri khas Jambi, layaknya Bacan dan Obi di Maluku Utara, Kalimayanya Banten atau Red Raflesia dari Bengkulu. Batu yang diklaim sebagai ciri khas daerah Jambi adalah Teratai, Sarang Tawon, Bungur, Kecubung, Sulaiman dan Limau Manis dan beberapa batu lainnya. Batu-batu ini memiliki potensi tinggi untuk diolah sekaligus memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Jambi.
Hanya saja potensi itu banyak belum tergali dan belum terkenal secara nasional hingga belum dilirik. Pejabat di Jambi saat ini masih banyak yang menggunakan batu asal Provinsi Lain yang lebih terkenal, seperti Bacan dari Ternate, Maluku Utara.
‘’Terutama Sarang Tawon dan Teratai, sudah dikenal sebagai salah satu batu asal Jambi. Namun belum begitu mendunia layaknya batu-batu dari daerah lain,’’ ujar owner Rafit Gemstone, A Rafit, saat dikonfirmasi koran ini di gerai miliknya di kawasan Jalan Pattimura, Kenali Besar Kota Jambi.
Menurut Rafit, meski menjadi ciri khas batu Jambi, namun masih tetap saja banyak pejabat-pejabat Jambi yang menjadi pelanggannya lebih memburu batu-batu dari luar, terutama Bacan yang saat ini sedang naik daun. Padahal, dari segi harga, batu Jambi, seperti teratai lebih murah. Untuk teratai hitam ukuran sedang sampai besar mulai dari Rp 250 ribu sampai Rp 3 jutaan, sedangkan bongkahannya 1 kilo dijual 3 jutaan.
‘’Walau bagaimana pun, kita tetap menyiapkan stok batu-batu khas Jambi, seperti Giok Keramik juga kita siapkan,’’ sebutnya.
Dia menambahkan, meski belum mampu bersaing dengan batu cincin yang berasal dari daerah luar, kualitas batu Jambi tak kalah dari batu cincin yang berasal dari Kalimatan, Aceh, Padang, Ternate dan Banten.
‘’Misalnya Teratai dan Bungur memiliki kualitas yang tak kalah bagus dari Bacan, Kalimaya, Saphir atau pun Sungai Dareh,’’ sebutnya.
Untuk mengangkat batu Jambi, menurut Rafit, pemerintah harus ikut andil mempromosikan batu asal Jambi menjadi lebih populer, mengingat batu tersebut sebagai ciri khas yang mewakili daerah Jambi.
‘’Kalau di provinsi lain, pemerintahnya ikut mempromosikan batu khas mereka, makanya batu mereka laris manis. Seharusnya, Pemprov Jambi juga demikian,’’ katanya.
Dengan ikut andilnya pemerintah Jambi mempromosikan batu khas Jambi, itu artinya pemerintah juga ikut memberdayakan para pekerja asal Jambi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: