Lampu Sorot Panggung Menteri
Selain blusukan, Retno menekankan pihaknya akan memperkuat kepentingan nasional dalam setiap diplomasi. Dia mengungkapkan, Kemenlu bakal melakukan gaya diplomasi tegas dan bermartabat.\"\"Tegas itu tidak harus selalu konfrontatif. Dalam menjalankan ketegasan ini, yang penting tujuan kita tercapai,\" ucapnya. Meski begitu, Menlu perempuan pertama di Indonesia itu mengakui bahwa dirinya punya citra galak dalam lingkup pergaulan internasional. Waktu masih menjadi Dubes RI di Belanda, Retno dikenal bertangan besi. Sebagai bukti, demonstrasi aktivis Republik Maluku Selatan (RMS) yang biasanya marak, menjadi lebih anteng. \"Saya ini perempuan, saya tidak tahu, saya tegas atau enggak. Kata orang saya tegas. Kalau kata anak, saya galak. Tapi saya mencoba untuk tidak berkonfrontasi,\"katanya.
Lain lagi dengan Gebrakan Susi. Begitu diumumkan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti langsung memantik reaksi negatif masyarakat. Seperti soal kebiasaannya merokok, memiliki tato dan latar pendidikannya yang hanya lulusan SMP. Namun hal itu perlahan sirna setelah beberapa hari Susi bekerja.
\"Saya hanya ingin bekerja cepat, tapi memakai sistem yang sesederhana mungkin. Yang penting do less, get more. Cepat selesai, cepat berhasil, dan bagus hasilnya,\" ujar Susi dikantornya Jumat (7/11) lalu. Dia mengaku cukup terbantu dengan pengalamannya sebagai pengusaha ikan selama ini. Susi sudah 31 tahun menggeluti bisnis perikanan di Pangandaran, Jawa Barat.
Meskipun tidak langsung ngantor usai dilantik Presiden pada 27 Oktober 2014 lalu, namun Susi terlihat cepat memahami persoalan di Kementerian yang dipimpinnya. Rapat perdana yang digelar 28 Oktober 2014 membuat Dirjen dan pejabat eselon II terlihat tegang.\"Saya minta semua data dikumpulkan, berapa kita dapat dan berapa kita keluar duit untuk sektor ini,\" tukasnya.
Dari penjelasan bawahannya, sektor kelautan dan perikanan setiap tahun menghabiskan uang negara sekitar Rp18 triliun. Anggaran itu digunakan untuk anggaran KKP sekitar Rp6,5 trilun, serta subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk kapal sebesar Rp11,5 triliun. Namun, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor ini hanya Rp 300 miliar per tahun.\"Ini tidak masuk akal,\" katanya.
Mengetahui angka itu suara Susi meninggi. Dia menilai secara bisnis negara akan terus merugi kalau sistemnya tidak dirubah. Dia langsung memerintahkan agar PNBP dari sektor kelauatan dan perikanan tahun depan naik lima kali lipat. \"Bisa nggak Rp 1,2 triliun?,\" tanya Susi di ruangan rapat Gedung Mina Bahari. Para Dirjen KKP yang hadir saat itu hanya mengangguk tanpa bersuara.
Alasan Susi masuk akal. Jika PNBP sebesar Rp 300 miliar itu dibagi dengan jumlah kapal penangkap ikan berukuran jumbo, diatas 30 GT (gross ton) yang sebanyak 5.000 unit, maka rata-rata setiap kapal hanya membayar Rp 60 juta pertahun, atau Rp 5 juta perbulan.\"Padahal sekali melaut mereka bisa dapat 10 ton ikan tongkol yang harganya USD 1 (perkilo),\" tukasnya.
Kondisi itu yang membuat Susi langsung mengeluarkan kebijakan moratorium pemberian izin untuk kapal penangkap ikan berukuran jumbo, diatas 30 GT (gross ton). Untuk kapal yang sudah memiliki izin tetap dipersilahkan mengambil ikan sembari didata secara akurat berapa volume tangkapannya.\"Moratorium sampai batas waktu yang belum ditentukan,\" tegasnya.
Sementara itu, akhir-akhir ini Rachmat Gobel harus sering keluar masuk pasar tardisional untuk sidak maupun memantau harga beras, bawang, cabai dan sayur mayur. Rutinitas itu berbalik 180 derajat dibanding saat dirinya masih menjadi Presiden Komisaris PT Panasonic Gobel Indonesia.
Sejak dilantik sebagai Menteri Perdagangan pada 27 Oktober 2014 lalu, Rachmat memang langsung meninggalkan jabatannya di beberapa perusahaan besar, seperti Komisaris Independen di Group Sinarmas, Komisaris PT Indosat Tbk, Komisaris Utama PT Visi Media Asia Tbk, Komisaris Utama PT Nusantara Parkerizing dan Wakil Komisaris Utama PT Parker Metal Treatment Indonesia.
Rachmad tidak segan-segan menapaki jalanan sempit becek dan bau untuk mengetahui secara langsung kondisi pasar-pasar tradisional, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di luar Jawa. Dia mengaku aksi blusukan itu sudah waktunya dilakukan oleh Menteri-Menteri di Kabinet Kejra Presiden Jokowi.\"Tidak waktunya lagi Menteri ongkang-ongkang di belakang meja,\" tuaksnya.
Pernah dalam sehari Mendag melakukan blusukan di dua pasar sekaligus, yaitu di Pasar Induk Kramat Jati dan dan Pasar Santa. Sidak tengah malam seperti itu, kata Rachmat, sudah bisa ia lakukan sebelumnya. \"Dulu saya sering lihat-lihat toko-toko elektronik, saya kan mesti tahu dan dengar keluhan di toko seperti apa. Sama karyawan toko juga, minta masukan apa yang harus dijual,\" ungkapnya.
Gobel mengaku tidak ada sesuatu yang berat dalam menjalani aksi blusukan. Meskipun pasar yang didatanginya sekarang berbeda. Bila sebelumnya hanya took elektronik, sekarang pasar tradisional.\"Biasa, nggak ada yang berat. Pasarnya saja yang beda, dulu cuma elektronik sekarang lihat cabai. Tapi itu menarik buat saya. Ada sesuatu yang baru saya lihat, ilmu yang saya miliki bisa diterapkan juga,\" lanjutnya.
Kebijakan kontroversial pertama yang dia keluarkan adalah menaikkan target ekspor non-migas hingga 300 persen dari saat ini. Padahal, kondisi perekonomian global dan nasional kurang mendukung. Terbukti, Menteri Perdagangan sebelumnya, Muhamad Lutfi jutsru menurunkan target ekspor tahun 2014 sebesar lima persen.\"Ini untuk mengejar angka ketertinggalan saja,\" kata Rachmat.
Tentu itu bukan hal yang mudah bagi jajarannya. Seorang Dirjen yang ditanya wartawan hanya bisa mengangkat bahu tanda pasrah atau tak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengejar target itu. Rachmat secara santai menyatakan di sebuah forum seminar bahwa jajarannya yang harus berfikir soal itu.\"Saya yang tentukan angkanya, kalian yang cari caranya,\" tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: