BI Waspadai Uang Palsu
JAKARTA - Pada saat liburan Natal dan Tahun Baru seperti saat ini, peredaran uang tunai di tengah masyarakat meningkat drastis. Hal ini dipicu oleh aktivitas daya beli masyarakat yang juga cenderung mengalami peningkatan.
Bank Indonesia (BI) menyatakan pada saat liburan Natal dan Tahun Baru ini diperkirakan uang yang beredar mencapai Rp 542,8–566,4 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 8,6–13,3% dari tahun 2013 lalu yang hanya mencapai Rp 500 triliun. Perbandingan uang yang beredar antara Lebaran dan akhir tahun, setiap tahunnya relatif konstan dengan rata-rata 101,4 % pada periode tahun 2007–2013.
BI juga menyatakan, persediaan uang nasional untuk memenuhi kebutuhan periode Natal dan Tahun Baru aman baik dari sisi jumlah maupun dari sisi pecahan uangnya. Berdasarkan kelompok pecahan, outflow (aliran kas keluar) pada akhir Desember 2014 ini uang pecahan besar (UPB) diperkirakan mencapai 98%. Sedangkan uang pecahan kecil (UPK) yang akan beredar diperkirakan hanya 2%. Menurut BI, hal ini memiliki perbedaan karakteristik dengan periode Lebaran dimana outflow UPK cukup tinggi antara 7-8% dari keseluruhan.
Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI, Dian Karmila menyatakan, BI telah melakukan peningkatan distribusi dan persediaan uang. Selain itu, juga peningkatan layanan kas di kantor pusat dan kantor pusat perwakilan di setiap daerah seluruh Indonesia. Menurutnya, peredaran uang yang paling banyak di tiga wilayah, yaitu Jakarta dengan pangsanya 27,4%, Sulampua (Sulawesi, Maluku, dan Papua) 12,9%, dan Kalimantan 10%. Dian menyatakan bahwa peningkatan transaksi di wilayah tersebut karena siklus tahunan bukan karena faktor lainnya.
“Siklus ini adalah sikulus tahunan bukan karena ada adanya kenaikan BBM, terutama karena momen untuk Natal dan Tahun Baru. Kami sudah melakukan pengiriman sejak awal bulan November ke seluruh Indonesia. Kami juga mendistribusikan dari kantor pusat ke depo-depo kas di beberapa kantor perwakilan di seluruh Indonesia,” paparnya di Gedung BI Jakarta, Kamis (25/12).
Peningkatan aktivitas transaksi di musim Natal dan Tahun Baru ini, lanjut Dian, diperlukan kewaspadaan dan kehati-hatian oleh masyarakat. Menurutnya, beberapa penemuan peredaran uang palsu membuat sejumlah kalangan resah. Dian meminta kepada masyarakat untuk selalu waspada terhadap setiap transaksi yang dilakukannya untuk mencegah terjadinya peredaran uang palsu. Untuk mengatasi masalah tersebut, BI telah melakukan sejumlah kegiatan yang diharapkan dapat mengantisipasi kasus tersebut. Dia meminta kepada masyarakat untuk selalu cermat dan selalu mengecek keaslian uang yang diterimanya.
“Selama ini kami lakukan sosialisasi pada masyarakat dalam setiap kesempatan. Perbankan juga kita minta untuk melayani penukaran uang kepada masyarakat serta melaporkan kepada kami apabila menerima uang palsu. BI juga melakukan kas keliling dalam penukaran uang. Kita minta masyarakat untuk selalu ingat rumusnya yaitu 3D (Dilihat, Diraba dan Diterawang),” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs menyatakan, wilayah rawan terjadinya peredaran uang palsu di wilayah Jawa dan Sumatra Utara. Menurutnya, di wilayah ini paling banyak terjadi transaksi di masyarakat. Dia meminta kepada masyarakat untuk selalu waspada. Hingga saat ini, lanjut Peter, rasio terhadap kemungkinan terjadinya peredaran uang palsu masih cukup aman.
“Paling rawan itu terjadi dimana ada banyak transaksi seperti di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara. Transaksi di wilayah ini tergolong tinggi. Jadi kita himbau masyarakat untuk selalu hati-hati,” ungkap Peter
Peter menyatakan bahwa temuan uang palsu di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara lain. Pada tahun 2014 ini, kata Peter, temuan uang palsu dollar Amerika di Indonesia sebanyak 100 lembar per 1 juta lembar uang yang beredar. Sedangkan uang palsu dalam euro sebanyak 43 lembar per 1 juta lembar. Sedangkan dalam bentuk poundsterling Inggris ditemukan 143 lembar per 1 juta lembar yang beredar di masyarakat.
“Temuan kita masih cukup rendah dibanding negara lain. Yang penting masyarakat itu aware terhadap keamanan sendiri terhadap uang yang diterimanya,” jelas Peter.
(Marjudin/RP)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: