Pelayan Doa yang Merangkap Jadi Guru Matematika
Begitu pula bagi dua waria sepuh yang sudah tidak berdaya di gubuknya tersebut. Bentuk wajahnya aneh, bengkak di pipi, dahi, dagu, serta hidung karena silikon. Rambutnya beruban dan lebih mirip nenek sihir sehingga mereka kian diabaikan masyarakat. Bahkan, banyak yang \"tidak berani\" menatap wajah mereka.
\"Kak Bon dan Kak Tesi (panggilan dua waria itu, Red) sudah lama tinggal di sini. Keduanya sudah terima Yesus,\" ujar Agus.
Masa lalu yang kelam dan keterbatasan ekonomi orang-orang pinggiran itu mendorong Agus untuk menjangkau mereka. Sebab, dia pernah berada di titik terkelam manusia. Berkawan dengan iblis dan menjadi budaknya. Namun, nama Yesus jualah yang akhirnya mengentaskan Agus dari titik kelam tersebut.
Dibesarkan oleh orang tua yang keras membentuk karakter dan watak Agus yang keras pula. Tontonan live show tindak kekerasan sang ayah itu menyemai dendam dan kepahitan dalam diri Agus.
\"Saya pernah menantang ayah untuk berantem. Sempat menyesal punya ayah seperti dia,\" ungkap lelaki yang sempat diisi ilmu kebal tubuh oleh ayahnya tersebut.
Sejak itu, Agus tumbuh menjadi anak yang suka melawan orang tua. Hidupnya hanya bermabuk-mabukan dan menjadi penguasa jalanan. Namun, seiring perjalanan waktu, hati Agus melunak. Timbul kesadaran dalam hatinya untuk berdamai dengan Tuhan. Karena itu, dia pun bertobat.
Hanya, lantaran chasing fisiknya telanjur seperti preman, ketika Agus memutuskan untuk menjadi pelayan doa, kesannya jadi pendeta yang sangar.
\"Tuhan Yesus kan sudah mengasihi saya. Kenapa dengan orang pinggiran kita jadi jaga jarak?\" tegas lelaki yang pernah terlibat dalam kejahatan narkoba dan segala jenis kekerasan jalanan itu.
Sejak kedatangannya pada 2005 di kawasan tepian Kanal Banjir Timur Semarang, satu per satu warga tersentuh oleh sikap dan pengajaran Agus akan kebaikan Kristus. Tidak bermaksud mengkristenkan warga. Bahkan, Agus tidak peduli apakah warga yang dibina beragama Kristen atau beragama lain.
\"Saya hanya ingin membaur dengan mereka. Mendampingi mereka dalam suka dan duka,\" tegas pria kelahiran 17 Agustus 1975 itu.
Pendeta yang hingga kini tetap memelihara tato di sekujur tubuh itu memberikan pelayanan doa kepada umat binaannya. Dalam aktivitas pelayanan doa, Agus mengisinya dengan memberikan les pelajaran kepada anak-anak TK dan SD. \"Saya dan istri merangkap jadi guru. Tapi, kalau pelajarannya susah, ya saya nggak bisa ajari mereka,\" ujar bapak seorang anak itu, lantas tertawa.
Mata pelajaran yang diajarkan adalah matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan kesenian. Lulusan Sekolah Alkitab Magelang itu juga siap memberikan pelajaran agama apa saja. \"Ada anak yang minta diajari sejarah para nabi dalam Alquran, ya saya usahakan,\" tuturnya.
Selama sejam, belasan anak ingusan duduk anteng hingga pukul 18.00 di atas spanduk bekas di gubuk. Di pojok tempat les sederhana beraroma kali dan sampah tersebut, cita-cita mereka dibentuk.
\"Tapi, pernah ada anak yang tiba-tiba nangis saat les. Dia melihat ibunya dibawa tamu pria masuk ke kamar,\" katanya lirih.
Meski demikian, pelayanan pria yang ingin berpuasa 40 hari meniru Yesus itu penuh liku dan terjal. Dia pernah patah arang dalam memberikan pelayanan doa kepada kaum pinggiran. Tiga kali dia berniat kabur, namun selalu gagal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: