Rupiah Terus Melemah, APBN Aman
Dulu Rugi Rp 1,5 T, Kini Untung Rp 2,3 T
JAKARTA - Tekanan terhadap rupiah belum juga mereda. Setelah menembus level psikologis 13.000 per dolar Amerika Serikat (USD), rupiah kembali dalam tren melemah sepanjang pekan ini.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, dari sisi fiskal pemerintah, pelemahan nilai tukar rupiah tidak perlu dikhawatirkan. Ini berkat skema subsidi BBM tetap yang diberlakukan pemerintah mulai tahun ini. “Tahun lalu, rupiah melemah jadi ancaman APBN. Tapi kalau sekarang aman,” “ujarnya usai rapat di Kantor Wakil Presiden kemarin (11/3).
Tahun-tahun sebelumnya, besaran subsidi BBM memang sangat mempengaruhi postur APBN. Karena sekitar sepertiga BBM yang dikonsumsi Indonesia berasal dari impor, maka pelemahan nilai tukar rupiah akan membuat nilai impor membengkak. Akibatnya, beban subsidi BBM dalam APBN ikut melonjak.
Berdasar kajian Kementerian Keuangan pada 2014 lalu, setiap pelemahan 100 per USD terhadap asumsi nilai tukar yang dipatok dalam APBN, maka defisit APBN akan naik Rp 1,5 triliun. Kalkulasinya, pendapatan dari ekspor migas naik, namun beban subsidi BBM naik lebih besar, sehingga totalnya defisit Rp 1,5 triliun. Akibatnya, pemerintah pun selalu ketar-ketir karena jika dibarengi dengan naiknya harga minyak, defisit bisa membengkak hingga puluhan triliun rupiah. “ “Tapi, itu history (sejarah) masa lalu,” kata Bambang.
Sekarang, lanjut dia, dengan tidak adanya potensi pembengkakan subsidi BBM, maka pelemahan rupiah hanya akan berdampak pada naiknya potensi penerimaan negara dari ekspor migas. Berdasar hitungan saat ini, setiap rupiah melemah 100 per USD dari asumsi nilai tukar yang dipatok dalam APBN Perubahan 2015 sebesar 12.500 per USD, pemerintah justru akan untung karena APBN surplus Rp 2,3 triliun. “Tapi, bukan berarti pemerintah mau cari untung. Itu sebagai gambaran saja bahwa APBN kita aman,” jelasnya.
Data nilai tukar berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin menunjukkan, rupiah kembali melemah ke level 13.164 per USD, melemah 105 poin dibanding penutupan sehari sebelumnya yang masih di posisi 13.059 per USD. Ini adalah pelemahan tiga hari berturut-turut sepanjang pekan ini.
Sementara di pasar spot, data yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, rupiah kemarin sempat terperosok ke level terendah 13.245 per USD pada perdagangan siang hari. Namun, hingga penutupan perdagangan sore kemarin, rupiah sedikit menguat ke level 13.192 per USD, melemah 98 poin atau 0,75 persen dibanding penutupan hari sebelumnya.
Pelemahan 0,75 persen dalam periode satu hari tersebut merupakan yang terparah dibanding 13 mata uang utama di kawasan Asia Pasifik. Bahkan, beberapa mata uang seperti Dolar Australia (AUD), Dolar New Zealand (NZD), Dolar Singapura (SGD), dan Ringgit Malaysia (MYR), kemarin sudah mencatat rebound penguatan terhadap USD.
Kondisi rupiah yang masih melemah menjadi latarbelakang Presiden Jokowi memanggil Gubernur BI Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad. Kemarin, didampingi sejumlah anggota kabinet, secara garis besar presiden merasa perlu mengoordinasikan lagi sejumlah hal menyikapi situasi terakhir.
Pada pengantar pertemuan, presiden tetap mengajak agar semua pihak agar tetap optimis ekonomi Indonesia tahun ini akan tumbuh lebih lebih baik. Meski demikian, imbuh dia, di sisi lain kondisi terkini tetap harus menjadi perhatian. \"Kita harus hati-hati iya, waspada iya,\" kata Jokowi di kantor presiden, Jakarta, kemarin (11/3).
Rapat terbatas dengan BI dan OJK tersebut merupakan pertemuan lanjutan. Senin (10/3) malam, pertemuan sudah sempat terlaksana. Namun, ketika itu, Agus Marto berhalangan dan mewakilkannya pada Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara.
Usai rapat, Agus Marto menegaskan kondisi perekonomian Indonesia hingga saat ini secara umum masih aman. Dia menyatakan, volatilitas rupiah memang terjadi, namun kondisinya secara umum masih terjaga.
Optimisme tersebut, lanjut dia, bertambah pasca mendengar langsung paparan pemerintah tentang komitmen memperbaiki transaksi berjalan yang masih defisit hingga tiga tahun terakhir. Dengan kata lain, situasi saat ini ketika impor barang dan jasa yang masih lebih besar ketimbang ekspor, akan ditekan. \"Komitmen ini kami sambut baik, sangat melegakan kami,\" kata Agus Marto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: