Dana untuk Partai, What?
Kedua, dengan menggelontorkan uang rakyat ke saku-saku partai, maka dipastikan akan semakin bertambah besar antipati publik terhadap partai politik yang akan melahirkan sinyal positif untuk peningkatan popularitas pemerintah. Jadi ada semacam usaha untuk mengkanalisasi ekspektasi publik hanya pada pemerintah.
Antipati kepada partai politik secara langsung juga akan melahirkan antipasti, atau minimal skeptisisme, terhadap parlemen (legislative/DPR). Dengan demikian, pemerintah diprediksi akan meraub keuntungan politik lagi. Ekspektasi publik akan mengerucut ke istana dan akan sangat baik untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah yang belakangan sedang rontok.
Saya kira, ini adalah sinyal yang kurang bagus untuk demokrasi. Partai-partai akan menjadi sangat ekstraktif, menyerap kekayaan negara untuk kepentingan yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sebagaimana kajian menarik dari Daron Acemoglu dan James A Robinson (Why State Fail, 2012), terhalangnya kemajuan dan kemakmuran sebuah negara sangat dipengaruhi oleh eksistensi institusi politik dan institusi ekonomi yang ekstraktif. Karena, institusi-institusi semacam ini cendrung memanfaatkan kekuasaan dan akses-akses kepada kekuasaan yang mereka miliki untuk meraub (mengekstraksi) sebanyak-banyaknya dana publik dan memindahkannya ke kantong-kantong pribadi, kelompok, dan kroni-kroni dilingkaran terdekat. Sehingga menghalangi terjadinya pemerataan kemakmuran dan pemerataan kesempatan bagi semua lapisan masyarakat.
Dana yang seharusnya bisa dugunakan untuk memajukan kepentingan publik dan mengurangi berbagai macam ketertinggalan malah dilegalisasi untuk berpindah ke saku-saku para politisi yang berlindung dibalik seragam partai.
Partai bukanlah bagian dari institusi pemerintahan dan sejatinya berada diluar akuntabilitas anggaran pemerintah terhadap publik. Sehingga, jika pemerintah membelanjakan uang rakyat untuk kebutuhan partai politik, rasanya akan sangat janggal secara politik - administratif dan sangat tidak adil secara sosial- ekonomi. Bukankah Kemedagri melarang Pemda-Pemda membuat mata anggaran untuk dana sosial (untuk organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan) yang secara substantif jauh lebih realistis ketimbang dana untuk parpol, lantas mengapa kemudian Mendagri malah melupakan logika tersebut? Entahlah
Penulis adalah Pemerhati Ekonomi Politik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: