Rupiah Terpuruk, Aktivitas Ekspor Memburuk
JAKARTA - Kondisi rupiah yang terpuruk justru malah terjadi pelemahan aktivitas ekspor. Hal ini menjadi tamparan bagi pemerintah. Harapan untuk mendongkrak nilai ekspor belum kesampaian. Nilai ekspor nonmigas mengalami penurunan sebesar 7,38% atau sekitar USD 10,49 miliar. Hanya ada beberapa komoditi ekpor yang merespon baik dari pelemahan nilai tukar rupiah. Penurunan ekspor terbesar, lanjut Suryamin, terjadi pada produk perhiasan atau permata sebesar USD 230,1 juta atau turun 29,94%.
\"Penurunan (ekspor) juga terjadi pada bahan bakar sebesar 9,83% atau sekitar USD 149,7 juta. Diikuti pula dengan eskpor lemak dan minyak hewan atau nabati sebesar USD 101,1 juta atau 6,54%,\" ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin saat jumpa pers di kantornya, Senin (16/3).
Menurutnya penurunan nilai ekspor juga terjadi pada industri yang selama ini menjadi unggulan, yaitu alas kaki yang turun sebesar 16,19 % atau setara USD 64 juta. Selain itu, alat listrik juga mengalami lesu ekspor sebesar 5,89% atau sekitar USD 42,3 juta. Walaupun demikian, masih Suryamin, terdapat beberapa komoditi ekspor yang merespon baik atas kondisi tersebut terutama untuk ekspor kendaraan, besi, dan baja. Dia berharap industri manufaktur juga dapat memanfaatkan situasi pelemahan rupiah untuk meningkatkan ekspornya.
\"Memang kebutuhan dan pangsa pasar (manufaktur, besi, baja dan kendaraan) di luar negeri sangat tinggi. Tingginya komponen dalam negeri mestinya akan lebih menguntungkan,\" imbuhnya.
Kondisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing ternyata tidak hanya buruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Namun juga buruk terhadap dolar Australia, yen Jepang, dan euro Eropa. Tidak segera menguatnya rupiah terhadap dolar AS rupanya yang paling banyak menyita perhatian dari berbagai kalangan terutama dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Hal ini dikarenakan mata uang ini paling banyak berputar di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Situasi ini ternyata belum dapat disikapi dengan baik oleh pemerintah, khususnya untuk menggenjot nilai ekspor.
BPS mencatat, pada bulan Februari 2015 rupiah terdepresiasi 2,95 % terhadap dolar AS. Rata-rata kurs tengah eceran rupiah terhadap dolar AS di 34 provinsi, tertinggi terjadi pada minggu keempat Februari 2015, yaitu Rp 12.842,81 per dolar Amerika. Sedangkan menurut provinsi, kurs tengah tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar Rp 12.935,00 per dolar AS pada minggu keempat.
Sedangkan terhadap dolar Australia, rupiah terdepresiasi 1,13 %. Rata-rata kurs tengah eceran rupiah terhadap dolar Australia di 34 provinsi, tertinggi terjadi pada minggu keempat Februari 2015 yang mencapai Rp 10.070,69 per dolar Australia.
Ditinjau dari lokasi, kurs tengah dolar Australia yang tertinggi terjadi di Provinsi Riau yang mencapai Rp 10.210,00 per dolar pada minggu keempat bulan Februari. Sementara terhadap yen Jepang, rupiah terdepresiasi 2,25 % terhadap dengan rata-rata kurs tengah eceran rupiah dari 34 provinsi mencapai Rp 107,83 per yen Jepang.
Angka tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Utara yang mencapai Rp 124,50 per yen Jepang pada minggu pertama bulan Februari. Sedangkan terhadap euro, rupiah terdepresiasi 2,57 % dengan kurs tengah tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat yang mencapai Rp 14.770,94 per euro pada minggu keempat.
Sementara itu Kepala BKPM Franky Sibarani kembali menegaskan, melemahnya rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar AS belum berpengaruh terhadap minat investasi asing ke Indonesia. Rencana investasi yang sudah masuk ke BKPM periode Januari-Februari 2015 masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2014.
Menurutnya, rencana investasi untuk PMDN yang sudah masuk ke BKPM periode Januari hingga 12 Maret 2015 sebanyak 1.138 proyek dengan nilai investasi Rp 59 triliun. Hal ini diakuinya mengalami kenaikan dibandingkan periode yang sama tahun 2014 yang hanya berjumlah 689 proyek dengan nilai investasi Rp 40,16 triliun.
\"Seperti yang saya nyatakan sebelumnya, tren pelemahan nilai tukar rupiah belum berdampak terhadap minat investasi. Kita berharap rencana investasi ini dapat segera terealisasi sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,\" ungkap Franky.
Rencana investasi asing yang sudah masuk ke BKPM pada periode tersebut, lanjutnya, sebanyak 596 proyek dengan nilai investasi sebesar USD 16,1 miliar. Dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya hanya sebanyak 698 proyek senilai USD 6,3 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: