Makin Muda, Mas Kawinnya Makin Mahal
Dari Dusun yang Dominan Wanitanya Nikah Siri 5X Lebih
Satu dusun di Kabupaten Subang, Jawa Barat, menjadi surga bagi pria penyuka istri simpanan. Kebanyakan warga perempuan dewasanya di sana pernah menikah siri lebih dari lima kali. Tapi mereka tak tergiur memasarkan cintanya via online. Berikut ini liputan media ini ke dusun tersebut baru-baru ini.
Agoeng Maryana - JAKARTA
ITULAH Dusun Cimacan, Desa Blimbing, Kecamatan Pegaden Barat, Subang. Dusun itu dikenal sebagai lokasi prostitusi sejak 1990-an, dengan julukan Dusun Cinta. Itu karena saat itu hampir setiap rumah di sana mejadi rumah bordir dengan puluhan wanita muda cantik yang siap melayani pria hidung belang.
Tapi sejak sekitar 10 tahun lalu, rumah-rumah bordir di Dusun Cinta meredup. Itu lantaran kalah bersaing dengan tempat prostitusi di kawasan-kawasan Subang lainya. Selain itu, tidak sedikit warga perempuan dewasanya yang dinikahi secara siri (diam-diam) oleh pejabat dan pengusaha asal luar Subang. “Sekarang rumah bordir kurang dari sepuluh,” ujar Sunarta (47), seorang warga.
Meski rumah bordir sudah jarang, Cimacan hingga kini tetap dikenal sebagai Dusun Cinta. Itu karena hampir semua warga perempuan dewasanya dinikahi secara siri. Selain itu, tak sedikit wanita yang menerima tamu hidung belang di rumahnya sendiri. Bahkan banyak juga orangtua yang menawarkan anak perempuannya kepada pria yang bertamu. Tempat “praktik”-nya tentu di rumah warga itu sendiri.
Menuju dusun yang berlokasi sekitar 134 km dari Jakarta itu gampang. Sesampai di pusat kota Subang, tamu lantas menyusuri jalan beraspal berlobang-lobang sejauh sekitar 35 km. Di kanan-kiri sepanjang jalan selabar enam meter itu tampak hamparan tanaman padi. Di mulut jalan memasuki Desa Belimbing banyak tukang ojek menunggu penumpang.
Sepintas Dusun Cimacan sama dengan dusun-dusun lainnya. Pepohonan yang rindang di kanan-kiri jalan membuat udara sejuk di dusun dengan sekitar 500 warga itu. Bangunan rumah-rumahnya, meski dari beton, tidak semewah di kota. Saat media ini melintas dengan sepeda motor, sejumlah ibu-ibu tengah ngobrol dengan lesehan di teras rumah. Sementara anak-anak bermain di halaman rumah.
Karena baru kali pertama ke Dusun Cimacan, media ini lebih dulu mampir di satu warung kopi tak jauh dari mulut jalan masuk dusun. Dari situlah dapat informasi bahwa perempuan di dusun itu enggan diajak mengobrol kalau tidak “memakainya”. Mereka juga dipastikan menolak kalau tamunya media.
Saat melewati jalan dusun, sekitar 200 meter dari warung kopi, media ini disapa Sunarta (47). Pria berkulit hitam itu mengajak mampir di rumahnya yang berada persis di pinggir jalan. Begitu memasuki ruang tamu, Warti (40), istri Sunarta, langsung menyuguhkan segelas air putih. Tak lama kemudian, seorang wanita muda cantik datang membawa pisang goreng. “Ini anak kami,” ujar Sunarta. Cewek itu berinisial nama NS.
Sunarta dan Warti lantas meninggalkan kami berdua. Setelah setuju soal tarif, NS makin akrab. Dia berusia 25 tahun. Statusnya janda satu anak. Kulitnya putih, rambutnya sebahu dan hidungnya agak mancung. Badannya tak gendut, setingginya sekitar 160 cm. “Ngobrolnya di kamar saja yuk...,” kata NS, sambil menarik tangan media ini.
Di kamar berukuran sekitar 6 X 5 itu meter terpajang beberapa foto. Antara lain foto dua kali pernikahannya dan foto anak laki-lakinya yang kini berusia tiga tahun. Tak banyak barang di kamar itu, kecuali tempat tidur, lemari pakaian dan satu kipas angin. “Aku memang sudah dua kali nikah siri,” ujar NS. Suami pertama seorang anggota TNI yang mengaku berpangkat kolonel. Suami keduanya pengusaha tekstil asal Jakarta. “Anak ini dari suami kedua,” ujarnya.
Menurut NS, kedua suaminya itu menghilang begitu saja. Suami kedua bahkan kabur sekitar sebulan sebelum anaknya lahir. Meski begitu, NS senang-senang saja. Dia tidak mencari dan menuntut suami untuk memberikan nafkah lahir-bathin. Karena suami siri menghilang itu sudah lumrah di dusunnya. Karena itu pula warga sama sekali tidak menggunjingkannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: