SEKOLAHKU (masih) MENYENANGKAN

SEKOLAHKU (masih) MENYENANGKAN

Melawan Lupakan Kaidah Pelayanan Prima di Sekolah

Oleh

YayuMinora, S.Pd

Penyelenggaraan pendidikan yang demokratis, adil, dan tidak diskriminatif serta menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh sistem pendidikan di Indonesia seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Untuk itu, sekolah sebagai sarana utama penyelenggaraan pendidikan diharapkan menjadi tempat yang menyenangkan bagi siswa. Harapan ini pun kemudian diserukan kembali oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, AniesBaswedanyang merujuk konsep sekolah yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantarayaitusekolah sebagai taman yang menyenangkan(ANTARA News). Sehingga, siswa tetap merindukan keberadaan mereka untuk kembali mengikuti proses pembelajaran di sekolah dalam kesehariannyadan bukan berusaha untuk menghindarinya.

Sejalan dengan konsep sekolah sebagai tempat yang menyenangkan, sekolah sebagai salah satu unit pelayanan publik yang dikelola dan dibiayai oleh pemerintahdiwajibkan untuk memberikan kualitas pelayanan yang prima kepada target layanannya yaitu siswa seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Kemudian Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatus Negara Nomor 63/Kep/M.Pan/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik juga menjelaskan bahwa hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Sutopo dan Suryanto (2006 hal.30) menjelaskan tujuan utama pelayanan prima adalah kepuasan pelanggan dan itu tidak bisa hanya ditentukan oleh pihak yang melayani saja, tetapi juga ditentukan oleh pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya. Sehingga dalam hal ini guru beserta jajaran yang terlibat di dalam penyelenggaraan sekolah sebagai pemberi layananharus memberikan perhatian penuh terhadap kualitas layanan pendidikan yang diberikan di sekolah dan mengetahui apakah para siswa sebagai pihak yang ingin dipuaskan telah merasa puas atau tidak dengan pelayanan di sekolah tersebut. Oleh karena itu konsep pelayanan prima merupakan konsep atau kaidah yang mutlak untuk dilaksanakan di sekolah untuk menciptakan sekolah sebagai tempat atau taman yang menyenangkan bagi para siswa.

Beberapa penelitijuga telah membuktikan dampak positif konsep penyelenggaraan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan terhadap perkembangan kemampuan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Siti Farikhah (2010 hal.13) menemukan bahwa siswa memandang bahwa perbedaan pendapat dengan guru bukanlah sesuatu yang tabu karena kelebihan yang dimiliki siswa selalu dihargai dan para siswa pun akan dapat memahami kekurangan yang mereka miliki.Selain itu peneliti lain juga mengungkapkanbahwa lingkungan sekolah yang menyenangkan dapat mengatasi perasaan tertekan siswa sehingga para siswa lebih merasa leluasa dalam beraktivitas selama menjalani proses belajar (Nugraheni dan Christiana, 2013 hal.345).

Akan tetapi, bertolak belakang dengan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan, dunia pendidikan kita masih banyak dirundung masalah. Pada datayang dimiliki oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia terungkap bahwa 28 persen dari total 1.926 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan adalah terjadi di sekolah.Dari angka kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekolah tersebut, kekerasan yang dilakukan oleh guru sebanyak 48 persen, 42 persen dilakukan oleh teman sekolah mereka, dan sisanya dilakukan oleh unsur lain di sekolah seperti penjaga sekolah (TEMPO Interaktif, 2008). Senada dengan data di atas, Djibran (2006 hal.104) menyatakan bahwa persepsibahwa kedisiplinan boleh (halal) untuk diterapkan dengan cara kekerasan, menghukum, atau memarahi menjadi salah satu penyebab kekerasan masih marak terjadi di sekolah. Sehinggadapat kita ketahui bahwa cara pandang ini kemudian akan secara alami dicontoh dan dipakai oleh siswa dalam kehidupan mereka sehari-hari termasuk di sekolah. Hal ini harus disadari dan dihentikan sebelum menjadi sebuah sebuah permasalahan yang membudaya dan suatu kebiasaan yang sulit untuk dihentikan. Ketika hal ini terus terjadi,sekolah akan menjelma menjadi sebuah tempat yang tidak aman lagi untuk anak karena tidak lagi memberikan perlindungan serta pengetahuan dikarenakan muatan kekerasan dinilai benar dan perbuatan penindasan yang berujung pada bullying terhadap yang lain dianggap biasa (KPAI, 2014).

Selain kekerasan dan fenomena bullying di sekolah, adanya diskriminasi sosialyang terjadi di sekolah juga diungkapkan oleh studi yang dilakukan oleh Hamka Said (2010 hal.89) bahwa sekolah masih belum mampu untuk menetralisir paradigma kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Ia pun menjelaskan bahwa pengambilan keputusan di sekolah ikut dipengaruhi oleh dominasi kelas atau suku di masyarakat sehinggasekolah akan berubah menjadi instrumen penindasan.

Sementara itu, belum adanya program evaluasi pelayanan prima berbasis kepuasan pelanggan (siswa) dalam penyelenggaraan sekolah sebagai salah satu unit pelayanan publik dalam bidang pendidikan menjadi salah satu faktor yang membuat sekolah masih belum menjadi tempat yang menyenangkan di mata siswa sebagai penerima layanan pendidikan. Kegiatan pengawasan yang dilakukan masih berorientasipada kinerja pemberi layanan. Hal ini tercermin dari tidak adanya poin penilaian yang mengukur kepuasan siswa terhadap kualitas layanan di sekolah di dalam perangkat evaluasi standar nasional penyelenggaraan sekolah baik di tingkat sekolah dasar maupun menengah sehingga sulit untuk mengetahui apakah siswa menyukai pelayanan pendidikan yang mereka terima di suatu sekolah atau tidak.

Adapun upaya agar penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat memuaskan siswa berdasarkan kriteria-kriteria dalam pelayanan prima dapat dimulai dari kesederhanan. Berbagai urusan yang siswa hadapi di sekolah dapat diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan.Kriteria selanjutnya yaitu reliabilitasyang meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan menjaga saling ketergantungan antara siswa dengan pihak sekolah, seperti teliti dan cermat dalam memahami kebutuhan masing-masing individu siswa untuk mengembangkan potensi diri mereka.Pada kriteria selanjutnya, tanggungjawab dari perangkat sekolah yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan waktunya dapat tercermin pada mempermudah berbagai urusan yang siswa hadapi di sekolah agar siswa tidak merasa terbeban dan dapat berkonsentrasi penuh pada hal-hal yang mereka butuhkan di sekolah seperti belajar.

Lalu kecakapan perangkat sekolah pun menjadi sesuatu yang cukup penting ketika para perangkat sekolah mampu menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan. Dengan ini kepercayaan dan keyakinan siswa terhadap sekolah tempat mereka menyandang pendidikan semakin meningkat dan siswa akan mau untuk bertanya dan berkonsultasi akan berbagai persoalan yang berhubungan dengan pelajaran yang sedang mereka hadapi. Kemudianadalah pendekatan dan kemudahan kontak. Pihak sekolah harus mudah dihubungi oleh siswa, tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau internet. Tetapi yang lebih penting adalah pihak sekolah mudah untuk ditemui dan dihubungi ketika siswa membutuhkan.

Kriteria selanjutnya yaitulokasi dari fasilitas dan operasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah juga harus diperhatikan. Siswa akan merasa puas ketika lokasi dari fasilitas dan operasi pelayanan sekolah mudah dijangkau dan tidak melelahkan untuk dicapai seperti yang sering ditemui di sekolah-sekolah yang memiliki gedung bertingkat. Selain lokasi yang kondusif dan tidak terganggu oleh gangguan seperti suara, asap, dan lain sebagainyaakan memaksimalkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Keramahan meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam kontak antara pihak sekolah dengan siswa. Dalam hal ini pihak sekolah tidak perlu menerapkan keramahan yang berlebihan jika interaksi yang diberikan bukan melalui kontak langsung. Dalam kacamata pelayanan prima, pihak sekolah adalah melayani siswa dan bukan malah menuntut untuk dilayani. Keterbukaan, yaitu bahwa siswa bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang, meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain. Pada poin ini penyelewengan dan yang kerap terjadi akan tidak mungkin terjadi jika nilai-nilai keterbukaan dapat dijalankan dengan baik. Selanjutnya adalah komunikasi antara pihak sekolah dengan siswa. Komunikasi yang baik dalam konteks ini adalah bahwa siswa tetap memperoleh informasi yang berhak diperolehnya dari pihak penyelenggara sekolah dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa. Hal seperti ini akan sangat menjadi perhatian guru dan pihak sekolah lainnya di tingkat sekolah dasar karena para siswa pada tingkat ini masih belum memahami dan mengenal banyak kosakata. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara siswa dengan pihak sekolah, adanya usaha yang membuat pihak sekolah tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada siswa dan kemampuan pihak sekolah untuk menjaga kepercayaan siswa. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya sekolah dan tata cara pembayarannya, serta jadwal waktu penyelesaian. Hal ini sangat penting karena siswa tidak boleh ragu-ragu terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diberikan di sekolah.

Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada siswa dari adanya bahaya, risiko dan keragu-raguan. Jaminan keamanan yang perlu diberikan berupa keamanan fisik, finansial dan kepercayaan pada diri sendiri. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan, yakni berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan siswa. Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang diinginkan siswa dan memberikan perhatian secara personal. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari penyelenggaraan pendidikan di sekolah, berupa fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani, peralatan yang digunakan, kartu pengenal dan fasilitas penunjang lainnya. Kriteria ini dinilai menjadi kriteria yang paling banyak diperhatikan oleh sekolah dan kriteria ini juga merupakan kriteria yang mudah untuk diukur ketercapaiannya. Efisien, yaitu bahwa persyaratan penyelenggaraan pendidikan di sekolah hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk penyelenggaraan pendidikan di sekolah.Dengan kata lain, batasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah terbatas pada apa yang dibutuhkan oleh siswa sebagai penerima layanan pendidikan di sekolah.Dan yang terakhir adalah ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan siswa untuk membayar.

Guna menciptakan suasana sekolah sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa di tengah berbagai permasalahan yang terjadi saat ini seperti kekerasan, bullying, dan diskriminasi, penulis menilai bahwa penerapan kaidah pelayanan prima yang notabene selama ini dijadikan materi pembekalan calon aparatur negara adalah suatu pilihan yang terbaik yang kita miliki. Sehingga, di masa yang akan datang di harapkan adanya suatuperangkat penilaian terhadap kualitas pelayanan yang berbasis pelayanan prima di sekolah untuk mengetahui apakah siswa sebagai penerima layanan telah merasa puas dengan pelayanan pendidikan di sekolah tempat mereka mengenyam pendidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: