Ekonomi Melambat, Pengangguran 7,56 Juta Orang
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan, bahwa pengangguran tersebut merupakan dampak dari dua faktor yang menghambat penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan. Yakni, perlambatan ekonomi dan isu penetapan upah minimum pekerja.
‘’Dengan adanya perlambatan ekonomi, mau tidak mau pengusaha pasti berpikir untuk menambah karyawan. Ditambah lagi dengan kekhawatiran soal beban upah tahu depan. Bukannya menambah pekerja tapi malah merampingkan,’’ terangnya.
Dia pun mengaku sudah bisa memprediksi bertambahnya angka pengangguran sebelum data BPS dirilis. Pasalnya, hal tersebut sudah ditunjukkan dengan klaim pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang mencapai 100 miliar per hari. Dari dua bulan lalu pun semua pihak sudah bereaksi.
‘’Akhirnya itu sudah direspon oleh pemerintah dengan PP pengupahan. Kalau memang itu berjalan, saya yakin kemampuan pengusaha untuk menyerap tenaga kerja akan kembali seiring perbaikan ekonomi,’’ imbuhnya.
Namun, lanjut dia, pengusaha masih belum bisa mengambil tindak lanjut dari insentif pemerintah. Sebab, masih ada faktor pemerintah daerah yang biasa menjadikan upah minimum sebagai alat politik. Apindo pun memilih untuk melihat hasil kenaikan upah hingga akhir November.
‘’Ini adalah saat kritis bagi pengusaha. Kami masih melihat apakah memang formula itu diterapkan di semua wilayah Indonesia. Kalu ternyata naiknya sampai 20 persen, sudah jelas tahun depan perusahaan akan melakukan tindakan efisiensi. Entah tutup, pindah, atau perampingan,’’ ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Haiyani Rumondang mengatakan, pihaknya terus mencegah adanya tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kementerian Tenaga Kerja sudah mengedarkan himbauan agar perusahaan tak melakukan PHK dengan gampang.
‘’Pemerintah provinsi sudah mengedarkan surat ke perusahaan-perusahaan agar mengadakan dialog. Kami tegaskan bahwa PHK adalah cara terakhir untuk mengatasi kesulitan perusahaan. Bisa memilih pengurangan jam kerja atau penghapusan lembur,’’ terangnya. (ken/owi/bay/bil)
Paket EKonomi VI Tetapkan 8 KEK
Sesuai janji pemerintah, paket ekonomi demi paket ekonomi terus diluncurkan. Dalam paket ekonomi jilid VI kali ini, pemerintah fokus pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pengelolaan air, dan kemudahan impor bahan baku obat.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, KEK merupakan senjata efektif untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi daerah. \'Ada delapan KEK yang ditetapkan presiden,\' ujarnya usai rapat kabinet di Kantor Presiden kemarin (5/11).
Delapan KEK tersebut adalah Tanjung Lesung (Banten), Sei Mangke (Sumatera Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Morotai (Maluku Utara), Tanjung Api-api (Sumatera Selatan), dan Maloi Batuta Trans Kalimantan (Kalimantan Timur).
Menurut Darmin, penetapan KEK tidak hanya sekedar dilakukan untuk menarik minat pemodal, terutama investor asing, namun juga mendorong pengembangan dan pendalaman klaster industri berbasis sumber daya lokal yang dimiliki daerah. \'Yang menarik, dalam paket ini, insentif KEK tidak hanya diberikan oleh pemerintah pusat, tapi juga oleh pemerintah daerah,\' katanya.
Dengan paket kebijakan ini, KEK pun banjir insentif. Tercatat ada sembilan jenis insentif. Pertama, berupa insentif Pajak Penghasilan (PPh) dalam bentuk tax holiday untuk kegiatan utama, dengan skema pengurangan PPh 20 - 100 persen selama 10 - 25 tahun untuk perusahaan dengan nilai investasi di atas Rp 1 triliun. Adapun untuk nilai investasi Rp 500 miliar - 1 triliun, bisa mendapatkan pengurangan PPh 20 - 100 persen selama 5 - 15 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: