>

Tiga Hari Jelang MEA

Tiga Hari Jelang MEA

”Artinya akan ada persaingan 11 negara ASEAN yang kita tidak tahu persaingannya akan seberat apa. Karena batas negara sudah tidak ada, MEA sudah dibuka,” papar Jokowi, dalam silaturahim bersama Apdesi di Asrama Haji Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, kemarin (26/12).

Namun masalah beratnya persaingan MEA juga dirasakan negara tetangga. Jokowi mengatakan, presiden dan perdana menteri khawatir negara mereka akan dibanjiri produk Indonesia. Selain itu melihat sumber daya manusia Indonesia yang melimpah, mereka juga khawatir tenaga kerja Indonesia akan membanjiri negara tetangga.

Namun perasaan itu juga dirasakan warga negara dan para pengusaha di Indonesia. ”Lha mereka saja takut pada kita. kita kok ikut takut,” kata dia.

Dia menegaskan, MEA yang akan berlangsung sudah tidak bisa dicegah. Tanda tangan dilakukan para pimpinan negara sudah terjadi sejak sebelas tahun lalu. Indonesia mau tidak mau masuk ke persaingan pasar ASEAN.

 

Itu baru sebatas MEA. Masih banyak perjanjian multilateral yang dilakukan Indonesia dengan sejumlah negara, seperti Trans Pasific Partnership (TPP) yang berjalan tiga tahun lagi dan sejumlah perjanjian lainnya. ”Tidak mungkin Indonesia menjadi negara tertutup. Oleh karena itu jangan gunakan pola-pola lama. Di sini ada peluang, tapi ada juga tantangan,” ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya menegaskan bahwa untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan roda ekonomi. Jokowi meminta tidak terjadi hitungan yang keliru hingga produk luar membanjiri Indonesia. ”Kalau itungan kita keliru, barang mereka masuk ke kita. Contoh saja beras di sini harga Rp 12 ribu, sedang Vietnam Rp 6 ribu. Jelas konsumen pilih beras Vietnam. Ini baru contoh satu produk. Maka hati-hati!” tegasnya.

 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani  sendiri memprediksi tahun 2016 masih penuh dengan ketidakpastian ekonomi global. Karena itu, pelaku usaha diharapkan tetap berhati-hati mengantisipasi melemahnya daya beli, ekspor, dan nilai tukar (kurs) rupiah.

 ‘’Negara-negara maju masih sulit melakukan, perbaikan fiskal dan moneter karena sempitnya ruang fiskal dan beban utang mereka. Ini yang kami khawatirkan bisa memengaruhi kondisi perekonomian dunia dan Indonesia pada 2016,’’  ujarnya.

 (dez/jpnn)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: