Pejabat Harus Gerak Cepat
Inpres Antikriminalisasi Terbit
JAKARTA - Alasan pejabat yang takut ancaman kriminalisasi sehingga menyebabkan tersendatnya proyek strategis nasional, sudah dijawab dengan lahirnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Staf Khusus Wakil Presiden bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin mengatakan, Inpres tersebut lahir sebagai tindak lanjut atas fenomena rendahnya penyerapan anggaran karena macetnya proyek, akibat para pejabat baik di pusat maupun daerah enggan melakukan terobosan karena takut dikriminalisasi. \"Karena itu, sekarang tak ada lagi alasan pejabat tidak mengerjakan proyek dengan cepat, jadi semua harus gerak cepat,\" ujarnya saat dihubungi kemarin (24/1)
Inpres yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai aturan antikriminaliasi ini memang sudah dijanjikan oleh Presiden Jokowi sejak pertengahan 2015 lalu. Selain merespons keluhan para pejabat pusat dan daerah, aturan ini juga dipicu oleh kasus penetapan tersangka mantan Dirut PT PLN Dahlan Iskan oleh Kejaksaan Agung karena dinilai melangggar aturan saat melakukan terobosan dalam percepatan proyek kelistrikan nasional.
Bahkan, Menkopolhukam Luhut Panjaitan yang ketika itu masih menjabat sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) terang-terangan menyebut agar jangan sampai ada Dahlan Iskan - Dahlan Iskan lain yang menjadi korban akibat melakukan terobosan. Setelah melalui proses praperadilan, status tersangka Dahlan Iskan akhirnya digugurkan karena memang tidak terbukti melakukan pelanggaran.
Dalam Inpres Nomor 1/2016 ini memang ada instruksi khusus presiden kepada Kejaksaan. Diantaranya adalah mendahulukan proses administrasi Pemerintahan sesuai ketentuan sebelum melakukan penyidikan atas laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis. Juga agar tidak mempublikasikan pemeriksaan secara luas kepada masyarakat sebelum tahapan penyidikan atau seseorang ditetapkan sebagai tersangka.
Anggota Komisi Kejaksaan Indro Sugiarto mengakui, pihaknya memang beberapa kali menerima aduan dari para pejabat yang merasa dikriminalisasi oleh aparat Kejaksaan. Karena itu, jika memang penetapan tersangka oleh kejaksaan dinilai mengada-ada, maka pejabat yang merasa dirugikan bisa menempuh jalur praperadilan. \"Atau jika ada isu profesionalisme jaksa, bisa melapor ke Komisi Kejaksaan, pasti kami tindaklanjuti,\" ujarnya saat dihubungi tadi malam.
Meski demikian, lanjut Indro, terbitnya Inpres Nomor 1/2016 ini juga bukan berarti para pejabat menjadi kebal hukum. Sebab, kata dia, jika memang ditemukan indikasi atau unsur korupsi dalam percepatan proyek strategis, aparat kejaksaan tetap bisa mengusut. \"Artinya, pejabat jangan paranoid dengan kriminalisasi, tapi juga tidak boleh sembarangan menabrak aturan apalagi korupsi,\" jelasnya.
Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Mardani Maming menyebut, aturan antikriminalisasi yang sudah dijanjikan Presiden Jokowi ini memang sudah lama dinanti para kepala daerah. \"Ini solusi tepat,\" ujar bupati Tanah Bumbu tersebut.
Dia mengakui, selama ini memang ada kegundahan para kepala daerah. Di satu sisi, mereka dituntut melakukan terobosan untuk mempercepat pembangunan proyek infrastruktur. Namun di sisi lain, tidak sedikit pelanggaran administrasi yang akhirnya berujung tuntutan pidana. \"Jadi, payung hukum perlindungan memang sangat penting, dengan catatan kebijakan yang diambil memang tidak mengandung unsur korupsi,\" katanya.
(owi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: