Laporan Perusahaan Sawit Buruk
Kata Sulis, ada tiga fokus area yang dibahas bersama Dinas Perkebunan Provinsi Jambi dan stake holder terkait yakni tentang database perizinan kebun kelapa sawit, kedua penataan perizinan karena banyak izin yang tumpang tindih, seperti pekebunan, tambang, hutan, ketiga setelah penataan izin adalah optimalisasi keuangan negara.
”Dari proses ini akan disatukan dan diidentifikasi masalahnya dimana, dan kita dorong penyelesaiannya seperti apa. Selama ini data tersebut belum ada. Nantinya dari data tersebut akan teridentifikasi semua,” katanya.
Dijelaskan Sulis, bahwa dari pajak sendiri juga belum punya data yang valid dari perizinan sawit, jika sudah valid nantinya baru bisa dihitung potensi pendapatan negara.
”Intensif kebun sawit untuk daerah pengahasil boleh dibilang tidak ada, karena CPO diekspor melalui Dumai, sehingga yang dapat intensifnya Dumai. Kalau dari hutan ada yang namanya DBH, tapi kalau sawit tidak ada,” ujanya.
Seperti saat ini, lanjutnya, belum ada standar pendaftaran perkebunan rakyat, pihaknya akan mendorong Dirjenbun untuk membuat pedoman atas standar tersebut.
Selain perencanaan berbasis spasial, sambungnya, pihaknya juga mendorong Dirjenbun membuat pedoman alokasi ruang yang sesuai, misalkan sawit, tempat yang cocok untuk sawit itu dimana.
”Kalu itu ada perencaaan berbasis spasial, kemudian alokasi ruang, itu izin-izin sembarang tidak terjadi,” sebutnya.
‘’Misalkan kabupaten dan provinsi ketika memberikan izin lokasi, itu harusnya mengacu pada perencaaan tadi, namun selama ini tidak ada. Kepala daerah asal-asal saja memberikan izin lokasi, apalagi hal itu sering dikaitkan dengan komuditas untuk pilkada dan sebagainya, dari situlah timbul tumpang tindih izin,” tuturnya.
Sulis berharap, semoga solusi yang mereka rumuskan tersebut bisa dijalankan, dan bisa dipahami oleh semua pihak, agar tidak lagi ada problem.
Sulis mengaku, pihknya, belum menghitung kerugian negara terkait permasalahan ini, karena kata dia, belum ada data yang valid spasial untuk menjadi landasan.
”Tapi kemarin contoh perhitungan di Kalimantan Barat, mereka kehilangan potensi Rp 7 triliun pertahun. Karena CPO dari daerah penghasil dikirim melalui Dumai jadi yang dapat Dumai. Mereka tidak dapat apa-apa. Ini yang kita usahakan, agar daerah penghasilan juga dapat bagian,”pungkasnya.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Budidaya kepada harian pagi Jambi Ekspres mengatakan, saat ini, jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Provinsi Jambi ada sebanyak 189 perusahaan.
”Luasnya lebih kurang 640 ribu ha,” katanya.
Terkait pelaporan dari perusaahaan yang hanya dua kali dalam setahun, Budidaya mengungkapkan, bahwa peraturan tersebut diamanatkan pada peraturan Mentri Pertanian.
”Jarak pelaporan yang 6 bulan sekali memang sanagat jauh, munkin itu akan diubah,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: