>

Sultan Thaha, Pahlawan Nasional Asal Jambi

Sultan Thaha, Pahlawan Nasional Asal Jambi

Namanya Dikenang Menjadi Bandara dan Perguruan Tinggi

MUARATEBO – Sultan Thaha Syaifuddin adalah sultan terakhir dari Kesultanan Jambi. Ia merupakan pahlawan nasional asal Jambi yang dilahirkan pada pertengahan tahun 1816 di Keraton Tanah Pilih Jambi.

Pada tahun 1904, penjajah Belanda melakukan penyerbuan dan berhasil menyergap pasukan Sultan Thaha di dusun Betung Berdarah.

Dalam penyerbuan itu, Sultan Thaha wafat dalam usia ke 88. Jasadnya dikebumikan di Muara Tebo yang kini dijadikan sebagai Makam Pahlawan Nasional Sultan Thaha Syaifuddin.

Atas jasa-jasanya, Sultan Thaha Syaifuddin diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 24 Oktober 1977  dengan Keppres No. 79/TK/1977. Namanya diabadikan sebagai nama bandara di Jambi, perguran tinggi islam dan berbagai bangunan lainnya.

Makam satu-satunya pahlawan nasional asal Jambi ini dibangun sejak Tahun  1995, yang terletak di pusat ibu kota Kabupaten Tebo atau berjarak sekitar 250 kilometer dari Kota Jambi. Makam ini pun sering sekali dikunjungi oleh berbagai lapisan masayrakat baik itu masayrakat biasa maupun para pejabat yang sengaja berkunjung untuk berziarah ke makam sulatan Jambi ini.

Bukan itu saja, selain dikunjungi dan menjadi kegiatan rutin oleh Pemkab Tebo pada hari-hari besar seperti hari pahlwan dan HUT Republik indoinesia, makam Sultan Thaha Syaifuddin juga sering dikunjungi oleh warga dari luar Jambi seperti Jawa.

Di lahan seluas kurang lebih hektar ini, selain terdapat Makam Sultan Thaha Syaifuddin juga didirikan satu buah pondopo di sampingnya. Selain itu juga pada dinding beton bagian belakang komplek makam terdapat juga lukisan tentang bagiamana perjuangan Sultan Jambi ini dalam berperang melawan penjajah.

Selain itu juga di sebelah kiri bagian depan juga terdapat bangunan yang sebelumnya direnakan untuk para pengelolal makam namun tidak difungsikan.

Namun sayang, bangunan yang sangat bersejarah bagi Provinsi Jambi ini terlihat tidak diperhatikan bahkan terkesan diabaikan. Bangunan yang dulunya terkesan megah ini, kini seperti makam yang tidak dirawat bahkan rumput di sekitar makampun tumbuh tanpa ada yang memotongnya.

Selain itu, pada bangunan makam dan pondopo terlihat bagian deknya yang sudah lapuk dan bolong akibat air hujan yang turun dari atap-atap yang berlubang.

Menurut keterangan penjaga makam, Hamdan (56) bahwa sejak Tahun 2005 saat dirinya mulai bekerja disana, belum pernah dilakukan perbaikan pada makam pahlawan nasional asal Jambi tersebut. Dirinya bahkan harus bekerja ekstra keras saat turun hujan karena lantai makam akan sangat kotor akibat bocor dibagian atap makam.

Selain itu, pihak pemerintah Provinsi Jambi yang merupakan penanggung jawab atas makam tersebut juga terkesan tidak peduli karena sudah lima tahun menurut hamdan, baiaya operasional dan alat pembersih tidak pernah diberikan sehingga dirinya kesulitan untuk memotong rumput dan membersihkan makam secara maksimal.

Dirinya mengaku hanya menerima honor Rp 400 ribu perbulan dari Provinsi Jambi itupun dibayar tidak rutin. “Atap yang bocor itu sudah saya laporkan ke pihak provinsi beberapa tahun yang lalu, tapi tidak ada tanggapan. Bahkan perlengkapan untuk membersihkan makam saja tidak pernah diberikan lagi sejak lima tahun lalu,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: