Tiga Jenderal Cari Bukti Kreator Penganiayaan Ulama
Seperti halnya, anggota Polisi yang dijadikan pejabat gubernur. Masyarakat yang mencocok-cocokkan khawatir untuk memenangkan mantan anggota Polri yang mencalonkan diri. ”Ini hanya persepsi, tapi persepsi yang real,” ujarnya.
Kasus kekerasan yang dialami sejumlah tokoh agama menjadi perhatian Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI). Ketua Umum ICMI Jimly Asshidiqie mengatakan informasi yang beredar sudah terjadi 21 kasus penganiayaan kepada tokoh agama serta perusakan tempat ibadah. ’’Saya rasa kalau sudah 21 kasus itu serius,’’ katanya di kantor ICMI Jakarta Pusat kemarin (21/2).
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Periode 2003-2008 itu menuturkan dalam catatan sejarah Indonesia, kasus serangan secara seporadis seperti ini belum pernah terjadi. Dia mengatakan aparat kepolisian harus bertindak professional dalam menangani kasus ini.
Jimly berharap penanganan kasus ini tidak terganggu dengan dugaan bahwa pelakunya adalah orang gila. ’’Yang penting diporses dulu. Gila atau tidak biar nanti diputuskan di pengadilan,’’ tuturnya. Dia menuturkan polisi juga harus professional terlepas korbannya adalah tokoh Islam, Kristen, Hindu, atau agama lainnya.
Dia juga mengomentari polisi belum perlu menjaga satu per satu tempat ibadah atau pesantren. Meskipun begitu upaya pencegahan tetap perlu dilakukan. Dia tidak ingin konsentrasi polisi terfokus pada pengamanan pesantren, malah jadi kelemahan di sektor lainnya.
Wakil Ketua ICMI Priyo Bidu Santoso menambahkan dirinya sangat prihatin terkait kasus kekerasan kepada pemuka agama itu. ’’Kami mengutuk keras,’’ tegasnya. Apakah rentetan kasus kekerasan kepada pemuka agama itu by design atau tidak, dia meminta polisi bertindak tegas dan adil.
’’Jangan malah tidak adil. Jangan tergesa-gesa kalau korbannya orang Islam, buru-buru disebut orang gila pelakunya,’’ tuturnya. Mantan wakil ketua DPR itu meminta juru bicara kepolisian di pusat sampai daerah arif dalam menyampaikan perkembangan kasus kekerasan itu kepada publik.
Sementara itu psikiater RS Jiw dr Soeharto Herrdjan Jakarta dr. Agung Frijanto SpKJ menjelaskan bahwa penetapan gangguan jiwa seseorang tidak boleh dilakukan sembarangan. Baik oleh masyarakat awam atau penegak hukum. ”Harus dilakukan pemeriksaan kesehatan jiwa yang dilakukan oleh psikiater atau dokter kesehatan jiwa,” ujarnya kemarin saat dihubungi Jawa Pos (Induk Jambi Ekspres).
Dia mengatakan jika gangguan jiwa, terutama yang tergolong berat, dapat melakukan tindakan kekerasan. Apalagi mereka yang mempunyai gejala psikotik yang tingkat delusi dan halusinasinya tinggi sehingga mengganggu realitasnya. ”Atau bisa juga akibat gangguan suasana perasaan yg menyebabkan impulsivitas, agitasi dan agresivitas,” tuturnya. Gejala tersebut tidak bisa dideteksi secara mandiri oleh awam.
Agung menyarankan agar ditemukan orang yang dianggap gangguan jiwa dan membahayakan, dilaporkan kepada pihak berwajib. ”Masyarakat juga bisa membawa ke dokter umum. Dokter umum mempunyai kompetensi untuk mendiagnosa,” ungkapnya. Namun jika kesulitan, dia menyarankan agar membawa orang yang diduga gangguan jiwa ke rumah sakit yang memiliki layanan kesehatan jiwa.
Dia tidak menyetujui jika masyarakat main hakim ketika melihat orang gangguan jiwa. Sebab belum tentu apa yang dilakukannya dibawah kendali pelaku. ”Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan bagi orang dengan gangguan jiwa agar tidak salah perlakuan terhadap mereka,” katanya.
(idr/wan/lyn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: