>

Tiba di Jakarta, Novel Semangati Penyidik KPK

Tiba di Jakarta, Novel Semangati Penyidik KPK

Desak Presiden Bentuk Tim Pencari Fakta

JAKARTA – Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan akhirnya tiba di tanah air kemarin (22/2). Dia langsung menuju gedung KPK setelah mendarat dari Singapura. Penyambutan khusus dari pegawai lembaga superbodi itu dan para aktivis antikorupsi diberikan untuk kepala satuan tugas (kasatgas) kasus korupsi e-KTP tersebut.

Novel tiba di lobi gedung KPK di kawasan Kuningan Persada, Jakarta Selatan pukul 13.08. Dia didampingi Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dan Wakil Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Harun Al Rasyid. Mereka berada dalam satu kendaraan sejak dari bandara hingga gedung Merah Putih-sebutan gedung KPK.

Kolega Novel sesama pegawai KPK tampak semringah dengan kehadiran ketua WP KPK tersebut. Termasuk mantan ketua KPK Abraham Samad. Mereka memberikan ucapan selamat datang sambil memeluk dan mencium mantan Kasat Reskrim Polres Bengkulu itu. Para aktivis antikorupsi juga tidak ketinggalan memberikan ucapan yang sama lewat teriakan dan yel-yel.

Setelah menyapa rekan-rekannya, Novel lantas berbicara di ambang pintu lobi gedung. Dia berkali-kali mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan perhatian dan dukungan pasca teror penyiraman air keras 11 April tahun lalu. Dia pun tidak ingin penyerangan yang hingga kini belum terungkap pelakunya itu melemahkan semangat pemberantasan korupsi.

”Saya ingin bisa menularkan semangat hal yang sama,” ujar suami Rina Emilda tersebut. ”Sehingga kita bisa semakin berani, semakin sungguh-sungguh melakukan tugas-tugas pemberantasan korupsi,” imbuh dia. Menurut Novel, pelaku penyerangan bakal merasa menang bila produktivitas kerja KPK menurun seiring teror yang menimpanya.

Saat ini, kondisi mata kiri Novel belum pulih secara sempurna. Sebab, operasi besar tahap 2 baru akan dilakukan pada April mendatang. Meski demikian, Novel dipastikan tetap berstatus kasatgas penyidikan di KPK. Dia juga tetap akan bertugas menangani kasus-kasus korupsi. Termasuk, sejumlah kasus yang selama 10 bulan lebih dia tinggalkan.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menambahkan, koordinasi penanganan kasus penyiraman air keras Novel masih terus dilakukan. Dia mengaku telah mendapat informasi tersebut dari Polda Metro Jaya. Laode pun berharap pelaku penyerangan segera ditemukan dalam waktu dekat. ”Agar isu-isu, sangka-sangka yang beredar di luar bisa kita temukan jawabannya,” pintanya.

Wakil Ketua WP KPK Harun Al Rasyid juga meminta Novel dan seluruh pihak untuk berharap kepada Allah SWT terkait wacana pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF). Dia menyebut, pembentukan TGPF pasti akan terealisasi bila Tuhan berkendak. ”Kalau engkau (Novel) ingin presiden bikin TGPF, mintalah pada Allah, minta bukakan hati presiden itu,” tegas sahabat Novel tersebut.

Selain ucapan selamat datang, Novel kemarin juga mendapat “hadiah” berupa 65 ribu petisi dukungan. Petisi tersebut meminta kebenaran dan keadilan atas kasus teror yang belum kunjung tuntas hingga saat ini. Petisi itu juga berisi desakan agar Presiden Joko Widodo segera berkomitmen membentuk TGPF kasus Novel.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan, berlarutnya pengungkapan kasus penyiraman Novel memang perlu disikapi tegas Presiden Jokowi. Salah satu caranya dengan memberi batasan waktu kepada Polri dalam mengungkap kasus tersebut. “Perlu semacam kepastian waktu dari Presiden, untuk memberi ultimatum atau batas waktu yang realistis kepada Kepolisian,” ujarnya di kantor Amnesty International, Menteng, Jakarta, kemarin.

Batas waktu itu penting agar kasus Novel tidak menguap ditelan waktu. Nah, jika hingga batas waktu yang ditentukan Polri belum berhasil menuntaskan, presiden bisa mengambil langkah lanjutan. Seperti membentuk tim pencari fakta. “Agar memastikan ada kemajuan dari kasus Novel,” imbuhnya.

Usman berpendapat, jika kasus itu tidak selesai, akan jadi menambah panjang daftar kasus pelanggaran yang tidak tuntas. Sebelumnya, ada banyak kasus yang tidak jelas hulunya. Seperti kasus Munir atau Udin yang juga belum terungkap setelah belasan tahun berlalu. “Kasus Novel menjadi tanda yang serius bahwa HAM itu terancam dan bukan terhadap warga negara biasa, tapi seorang penyidik senior sepertinya,” terangnya.

Terpisah, Juru Bicara Presiden Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan, sikap Presiden terhadap kasus Novel sudah jelas. Dalam pernyataan Selasa (20/2) lalu, presiden meminta Polri untuk mengusut tuntas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: