>

Rupiah Semakin Jatuh ke Zona Merah

Rupiah Semakin Jatuh ke Zona Merah

Ketua Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia Khafid Sirotuddin mengatakan pelemahan nilai tukar Rupiah cukup memukul semua sektor ekonomi di Indonesia. \"Memukul semua sektor ekonomi yang berbahan baku impor maupun yang menggunakan dolar,\" ujarnya saat dihubungi Jawa Pos. Untuk importir hal ini tentu saja cukup merugikan. 

\"Nangka jual USD 3, terima USD 3. Belinya menggunakan dolar jualan pakai Rupiah,\" imbuhnya. Begitu pun bagi eksportir yang tetap harus menggunakan dolar untuk keperluan logistik saat pengiriman barang ke luar negeri. 

\"Semua biaya pakai dolar. Shipping, demo rate menggunakan dolar. Pusing,\" Apalagi saat ini nilai ekspor buah dari Indonesia masih belum begitu tinggi. Dia menambahkan situasi ini cukup meningatkannya terhadap tahun 1997. 

\"Waktu itu Rupiah juga mengalami pelemahan setelah kehadiran salah satu direktur IMF. Saat ini pun juga. Ada apa?\" tuturnya.

Sementara itu, Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menekankan bahwa pemerintah terus melakukan monitoring terhadap dampak dari segala bentuk dinamika ekonomi global yang tengah terjadi. Termasuk diantaranya, harga minyak dunia yang tengah mengalami tren peningkatan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus tertekan. Seperti diketahui, harga minyak dunia saat ini sudah berada di atas asumsi dalam APBN 2018 yang hanya sebesar USD 48 per barel, yakni di kisaran USD 60 per barel. Begitu juga dengan kurs rupiah yang juga sudah tidak lagi sejalan dengan asumsi yang disepakati pemerintah dan BI.

“Tentunya semua perkembangan variable ekonomi tersebut (kurs rupiah dan harga minyak) selalu dipantau oleh pemerintah secara konsisten,”jelasnya kepada Jawa Pos, kemarin.

  Meski begitu, Askolani menekankan bahwa pemerintah belum berniat merevisi atau melakukan penyesuaian asumsi dalam APBN 2018, terkait dengan deviasi dua asumsi makro tersebut. Sebab, monitoring yang dilakukan pemerintah dilakukan dalam jangka menengah bahkan sampai akhir tahun ini. “Jadi bukan jangka pendek, mingguan atau bulanan. Dari pemantauan jangka menengah tersebut akan menjadi bahan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang diperlukan,”katanya.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Adrianto menuturkan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, cukup krusial dalam postur APBN, dari sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan anggaran. Namun, dia menilai, pelemahana nilai tukar rupiah saat ini hanya bersifat sementara. Sehingga belum perlu melakukan penyesuaian asumsi makro dalam APBN 2018.

 “Asumsi kurs tersebut  juga dibutuhkan untuk menghitung pos-pos penerimaan dan pengeluaran dalam APBN yang nilai awalnya mengacu pada dolar AS, seperti penerimaan pajak perdagangan internasional dan penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan eksplorasi migas, belanja subsidi energi, serta pembayaran bunga dan pokok utang luar negeri. Tapi pergerakan nilai tukar kami lihat bersifat temporer sebagai respon dari dinamika eksternal,”katanya pada Koran ini, kemarin.

Pengamat Ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menuturkan, pelemahan kurs rupiah ini akan berisiko menurunkan daya saing produk Indonesia baik domestik maupun ekspor. Sebab, beberapa sektor industri bergantung oleh impor bahan baku dan barang modal. Jika dolarnya mahal, biaya produksi pasti naik ujungnya harga barang jadi lebih mahal. Sementara konsumsi domestik masih stagnan, maka hal tersebut akan berpengaruh pada profit pengusaha juga. 

 “Resiko berikutnya karena pelemahan rupiah beban pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri pemerintah maupun korporasi makin besar. Resiko gagal bayar apalagi utang swasta yang belum di lindung nilai (hedging) akan naik,”jelasnya pada Koran ini, kemarin.

Bhima melanjutkan, risiko berikutnya adalah sebagai negara net importir minyak mentah, maka posisi Indonesia akan sangat sensitif terhadap pergerakan dolar. Jika dolar menguat terhadap rupiah, harga BBM akan tertekan baik yang subsidi maupun non subsidi. Efeknya penyesuaian harga BBM berbagai jebis diprediksi akan terus dilakukan. Tercatat impor minyak Indonesia sebanyak 350-500 ribu barel per hari karena produksi dalam negeri tak mencukupi konsumsi BBM.

 “Yang harus dilakukan BI adalah menjaga rupiah dilevel psikologis. BI bisa gunakan cadangan devisa (cadev) yang nilainya 132 miliar dolar untuk stabilisasi rupiah di pasar. Tapi konsekuensinya cadev akan terkuras. Sementara pemerintah perlu memperkuat fundamental perekonomian dan cadangan devisa melalui peningkatan ekspor non migas dan devisa pariwisata. Semakin kokoh cadangan devisa rupiah semakin terkendali,”imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: