PLN Bisa Hemat Rp 18 T, Penetapan Harga Batu Bara Pertimbangkan Daya Beli
JAKARTA – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tidak perlu khawatir menanggung beban keuangan dengan ditahannya tarif listrik hingga dua tahun ke depan. Itu seiring dengan penetapan harga batu bara untuk kelistrikan nasional oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Harga batu bara untuk kelistrikan nasional ditetapkan dengan batas atas USD 70 per ton untuk nilai kalori 6.322 kcal per kilogram. Secara otomatis, penetapan tersebut akan menurunkan nilai HBA (harga batu bara acuan) untuk batu bara 4.200 kcal per kilogram hingga 4.500 kcal per kilogram yang mayoritas digunakan sebagai bahan baku pembangkit listrik di Indonesia.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menyatakan, penetapan harga tersebut mempertimbangkan daya beli masyarakat dan industri. ”Penerimaan negara sendiri, Kementerian ESDM sudah membicarakan dengan Kementerian Keuangan memang turun. Tetapi, ini komitmen untuk menyediakan energi murah,” katanya di kantornya kemarin (9/3).
Jika HBA ke depan merosot di bawah USD 70 per ton, misalnya ke angka USD 50 per ton, digunakan harga yang lebih murah. Penetapan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 tentang Harga Batu Bara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Penetapan harga khusus tersebut berlaku surut sejak 1 Januari 2018 hingga Desember 2019. Artinya, kontrak-kontrak penjualan yang sudah berjalan sejak 1 Januari 2018 akan disesuaikan. Volume maksimal yang bisa dibeli PLN dengan harga khusus itu pun dibatasi 100 juta ton per tahun.
Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso menyatakan, kebijakan tersebut berdampak positif terhadap penurunan biaya pokok produksi (BPP) listrik perseroan pada saat harga listrik tidak boleh naik hingga akhir 2019. ”Kami bisa berhemat kira-kira Rp 18 triliun untuk produksi kebutuhan (batu bara) 85 juta ton (per tahun). Kalau 89 juta ton, kira-kira Rp 20 triliun (penghematan dari penetapan harga DMO, Red),” jelasnya. Penghematan tersebut diperoleh PLN dari adanya harga khusus.
Jenis batu bara yang paling banyak digunakan PLN untuk pembangkit listrik, yakni 4.200 kcal per kilogram hingga 4.500 kcal per kilogram. Porsinya 63 persen.
Sebelum ada penetapan harga, PLN harus membeli batu bara jenis tersebut sebesar USD 50 hingga USD 55 per ton. Setelah penetapan, harganya turun sekitar USD 37 per hingga USD 40 per ton.
Adapun batu bara dengan nilai kalori 6.000 kcal per kilogram hanya berkontribusi sekitar 0,8 persen. Sebenarnya, adanya harga khusus batu bara bisa menurunkan tarif listrik asalkan komponen lain penentu harga listrik juga turun. ”Tetapi, sekarang kan ada komponen lain yang tidak juga disesuaikan seperti valuta asing dan ICP,” terang Iwan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menambahkan, pihaknya menginginkan penetapan kebijakan harga itu juga mempertimbangkan kelangsungan usaha dan konservasi cadangan. ”Kami harus kumpul dulu para pengusaha ya untuk melihat kira-kira dampaknya seperti apa ke depan,” ujarnya.
Kegaduhan penetapan harga khusus itu memang sempat berdampak negatif terhadap emiten batu bara di Indonesia. ”Beberapa waktu terakhir, ada kerugian sampai beberapa belas triliun ya hanya karena sentimen negatif. Jadi, memang kami ingin kepastian lebih cepat,” terang Hendra.
Selama ini PLN memiliki 82 kontrak dengan perusahaan batu bara yang menjadi pemasok. Di antara 82 kontrak tersebut, pasokan terbanyak berasal dari sembilan perusahaan batu bara terbesar di Indonesia (lihat grafis).
(vir/c6/fal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: