>

Pertanian Cerdas dan Pertanian Presisi, Prodi Baru Bidang Pertanian, Sambut Era Industri 4.0

Pertanian Cerdas dan Pertanian Presisi, Prodi Baru Bidang Pertanian, Sambut Era Industri 4.0

JAKARTA – Gaung era industri 4.0 yang menekankan pemanfatan internet, disambut kalangan perguruan tinggi. Diantaranya Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menyiapkan lima program studi (prodi) baru untuk menyambut era industri berbasis internet of things itu.

Rektor IPB Arif Satria mengatakan lima prodi baru yang sekarang masuk tahap kajian itu adalah smart farming (pertanian cerdas), pertanian presisi, ilmu data (data science), robotika, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Dia mengatakan IPB sebagai kampus pertanian, tetap menjaga marwanya di bidang pertanian. ’’Tetapi pertanian yang modern. Adaptif dengan era industri 4.0,’’ katanya usai penandatangan kerjasama dengan Universitas Al Azhar Indonesia kemarin (14/3).

Dia mencontohkan bidang pertanian cerdas dan pertanian presisi jika dipadukan bisa menjadi solusi kendala pertanian masa kini. Yakni seringnya petani mengalami persoalan gagal panen akibat cuaca. Melalui pengolahan basis data tertentu, waktu yang tepat untuk bercocok tanam bisa dihitung secara persisi. ’’Supaya tidak terganggu dengan efek perubahan iklim,’’ jelasnya.

Arif mengatakan di era revolusi industri 4.0 saat ini dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) dengan keahlian baru. Seperti keahlian di bidang kecerdasan buatan, robotika, hingga pengolahan data. Menurutnya kebutuhan ini harus secepatnya diantisipasi oleh perguruan tinggu supaya kelak tidak ketinggalan.

Namun untuk mewujudkan prodi-prodi baru yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman sekarang, Arif mengatakan kampus menghadapi beberapa kendala. Diantaranya adalah kakunya regulasi terkait nomenklatur prodi. Di kampus-kampus yang sudah berstatus badan hukum, memang diberi hak membuka prodi-prodi di luar aturan nomenklatur.

Tetapi persoalannya di pemerintah nomenklatur baru tersebut belum diadopsi menjadi formasi atau bidang pekerjaan. Sehingga lulusan dari prodi-prodi baru tersebut mengalami kesusahan saat akan melamar pekerjaan. Khususnya untuk bekerja di instansi pemerintah.

Hambatan berikutnya adalah regulasi soal jumlah dosen minimal enam orang dalam satu prodi. Menurut Arif regulasi ini memberatkan. ’’Ketentuan minimal dosen enam orang masih wajar kalau dalam satu departemen. Tetapi kalau satu prodi memberatkan,’’ jelasnya. Dia berharap ada regulasi yang longgar untuk pengembangan program studi.

Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Prof Asep Saefudin mengatakan perguruant inggi harus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Namun di tengah perkembangan teknologi ada beberapa bidang ilmu lama yang tetap dibutuhkan masyarakat. ’’Seperti prodi gizi dan pangan,’’ jelasnya.

Pria yang juga menjadi guru besar IPB itu mengatakan mendukung upaya IPB membuka prodi-prodi baru menyesuaikan kebutuhan industri 4.0 saat ini. Menurut Asep, jika tidak segera dimulai Indonesia bisa tertinggal dalam menghadapi kemajuan teknologi itu.

(wan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: