>

Presiden Myanmar Mundur

Presiden Myanmar Mundur

YANGON – Htin Kyaw mundur. Kemarin (21/3) dia secara resmi menyatakan meletakkan jabatan sebagai presiden Myanmar. Tidak disebutkan alasan pasti atas pengunduran dirinya. Tapi, selama beberapa bulan ini, desas-desus bahwa pemimpin 71 tahun itu akan mundur sudah terdengar. Sebab, kondisi kesehatannya yang memburuk terlihat begitu jelas. Berat badannya turun drastis.

”Dia mengundurkan diri agar bisa beristirahat dari tugas-tugas dan kewajibannya.” Demikian bunyi pernyataan kantor kepresidenan Myanmar seperti dilansir Reuters.

Mundurnya Htin Kyaw tak ada kaitannya dengan konflik di Rakhine dan tak berdampak banyak. Sebab, selama ini dia hanya pemimpin boneka. Sejak awal, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi-lah yang berkuasa. Tapi, karena berdasar konstitusi dia tidak bisa menjadi presiden, Suu Kyi menunjuk sahabatnya, Htin Kyaw, untuk duduk di kursi kekuasaan. Suu Kyi sendiri menciptakan jabatan sebagai penasihat negara yang posisinya lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada presiden.

”Presiden yang baru nanti, siapa pun dia, harus mengambil sikap tegas dan tidak membiarkan penasihat negara melakukan semuanya,” ujar analis politik sekaligus Direktur Tampadipa Institute Khin Zaw Win.

Wakil Presiden Myint Swe akan menjadi presiden sementara sampai pengganti Htin Kyaw dipilih dalam tujuh hari mendatang. Juru Bicara Partai National League for Democracy (NLD) Aung Shin mengungkapkan bahwa sangat mungkin yang menggantikan Htin Kyaw adalah Ketua Majelis Rendah Myanmar Win Myint. Aung Shin menyebut Win Myint sebagai sosok yang setia dan sudah bergabung dengan NLD sejak awal pembentukan partai.

Yang dikhawatirkan NLD bukanlah siapa yang akan menjadi presiden selanjutnya, tapi apa yang akan dilakukan presiden pengganti Myint Swe selama sepekan mendatang. Dengan kekuasaannya sebagai presiden, dia bisa berbuat apa saja. Myint Swe yang berasal dari militer tidak akan tunduk pada Suu Kyi.

”Beberapa anggota NLD mungkin khawatir karena wakil presiden dari kalangan militer memegang kendali negara,” terang Richard Horsey, analis politik sekaligus mantan pegawai di PBB.

Sementara itu, BBC News mengungkap fakta miris terkait pengungsi Rohingya di Bangladesh. Hasil investigasi menunjukkan bahwa banyak remaja putri yang ditipu dan akhirnya dijadikan pekerja seks komersial. Para pelaku mendatangi kamp pengungsian dengan menjanjikan pekerjaan dan kehidupan yang layak. Biasanya mereka menawarkan untuk bekerja di luar negeri maupun menjadi pembantu rumah tangga di Dhaka. Tapi, kenyataannya, mereka malah diperkosa dan dijual.

Sindikat pelaku itu biasanya menawarkan mereka kepada orang asing yang mencari pekerja seks anak-anak. Rata-rata remaja putri yang dijual para pelaku memang masih berusia 13–17 tahun.  Beberapa pelaku adalah perempuan Rohingya yang sudah lama tinggal di Bangladesh.

(sha/c10/dos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: