>

Menurut Titi dan Nur, Honorer K2 Bakal Makin Sengsara

Menurut Titi dan Nur, Honorer K2 Bakal Makin Sengsara

JAKARTA - Keputusan Mendikbud Nadiem Makarim membatalkan aturan penggunaan maksimal 50 persen dana BOS untuk gaji guru honorer, disambut rasa kecewa pimpinan forum honorer K2.


Para guru guru honorer khawatir tidak mendapatkan gaji dari dana BOS, yang berpotensi habis terpakai untuk pendanaan kebutuhan belajar daring selama ada wabah virus corona Covid-19.

Belum lagi, ada aturan dalam penggunaan dana BOS untuk membelikan pulsa, paket data, atau biaya belajar daring bagi pendidik dan peserta didik.


\"Waduuh, ya tambah sengsara lagi. Bisa-bisa guru honorer dan tenaga kependidikan enggak dapat gaji,\" kata Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih kepada JPNN.com, Kamis (16/4).

Hal sama dirasakan Nur Baitih, Korwil PHK2I DKI Jakarta. Dia mengaku sedih sekali karena guru honorer tidak lagi diperhatikan di masa Covid-19.

\"Yang sudah ditetapkan saja untuk guru honorer banyak sekolah yang tidak merealisasikannya. Ini malah dibatalkan, ya semakin gigit jari guru honorer,\" keluhnya.


Guru honorer dan tenaga kependidikan, lanjutnya, butuh perhatian pemerintah juga. Memang, ada guru yang gajinya sudah setara UMR.

Namun, bagaimana dengan guru honorer yang masih mengandalkan gaji dari dana BOS dan kadang masih menyambi berjualan di sekolah.

\"Sudah sekolah diliburkan, gaji dari dana BOS juga dibatalkan. Ini kebijakan yang tidak rasional. Pendidik dan tenaga kependudukan juga perlu diperhatikan,\" cetusnya.


Nur juga pesimistis pembelian pulsa internet akan direalisasikan sekolah. \"Saya saja masih beli sendiri paketan dan bayar sendiri WiFi di rumah,\" tandas Nur.

Diketahui, Mendikbud Nadiem Makarim merevisi petunjuk teknis (juknis) penggunaan BOS Reguler diatur melalui Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler.


Dalam Permendikbud baru ini, syarat guru honorer penerima dana BOS lebih dipermudah.

Ini setelah Mendikbud mencabut persyaratan wajib NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan).

Kebijakan ini mendapat respons positif dari Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: