>

Bela Abu Janda, Staf Ahli Menteri: UU Jangan Dipakai Menekan Kreativitas Berpendapat

Bela Abu Janda, Staf Ahli Menteri: UU Jangan Dipakai Menekan Kreativitas Berpendapat

JAKARTA— DPP KNPI melaporkan Permadi Arya atau Abu Janda dalam dua kasus cuitan di media sosial. Kasus pertama soal dugaan rasis ke tokoh Papua, Natalius Pigai dan kasus kedua menyebut Islam agama arogan.

Abu Janda dipolisikan dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 ayat (2), Penistaan Agama Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 156A.


Menanggapi itu, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Media Massa, Henry Subiakto mengatakan, sebagai pihak yang pernah terlibat dalam revisi UU ITE pada 2016, dirinya siap menjadi keterangan ahli terkait kasus ITE yang dinilai ada unsur paksaan.

“Sebagai ketua Panja Revisi UU ITE dari pihak Pemerintah 2016. Saya siap beri keterangan ahli. Untuk kasus-kasus ITE yang tidak sesuai unsur tapi dipaksakan karena ada tekanan opini atau keinginan mereka yang dikit-dikit melapor, mau menghukum orang lain yang beda. Ini untuk meluruskan pemahaman UU secara benar,” tulis Henry Subiakto dikutip twitternya, Minggu (31/1/2021).

Henry menjelaskan, mempolisikan orang terkait UU ITE, ukurannya harus jelas dan tidak dipaksakan untuk menghukum orang.

“UU jangan dipakai menekan kreativitas orang berpendapat. Tapi para pembuat konten juga harus lebih sopan dan hati-hati karena banyak masyarakat itu sensitif, mudah ingin menghukum walau gak pas,” jelas Henry.

Guru Besar Fisip Unair ini melanjutkan, yang disebut menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan SARA, itu harus eksplisit. Ada muatan yang mengajak membenci atau memusuhi.

 

“Isinya nyata bukan berdasar perasaan orang yang melihat. Hukum tidak berdasar perasaan. Tapi harus berwujud unsur yang nyata di dalam pesan,” katanya.

Dia menjelaskan, suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan pidana itu ada unsur unsur dan indikatornya yang jelas, tidak didasarkan pada sangkaan, atau pendapat orang per orang di masyarakat. Penegak hukum bertindak berdasar fakta dan alat bukti, bukan berdasar tekanan dan pesanan.

“Yang bisa kena pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang penyebaran kebencian SARA itu terlapornya harus memenuhi unsur sengaja mensyiarkan kebencian atau permusuhan berdasar SARA. Tanpa ada unsur tersebut, itu bisa sekadar pendapat. Di negeri ini pendapat atau analisis dijamin konstitusi,” papar Henry Subiakto. (fin)

Sumber: www.fajar.co.id

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: