>

DISWAY: Tahun Kerbau

DISWAY: Tahun Kerbau

Hampir semua ekonom di luar pemerintah pesimistis, atau dalam kata lain, \'realistis\'. Misalnya ekonom Dr Rizal Ramli. Yang aktif mencari kendaraan untuk jadi Capres 2024. Atau Dr Anthony Budiawan, ekonom lulusan Belanda yang satu grup dengan ekonom Kwik Kian Gie. Yang kini lagi laris sebagai pembicara berbagai seminar.

\"Perkiraan saya tahun 2021 ekonomi masih minus 2 persen. Maksimum plus 2 persen,\" ujar Anthony Budiawan kemarin. Saya memang secara khusus menghubungi Anthony untuk minta pandangannya.

Mengapa begitu jelek? \"Belanja pemerintah kan masih kontraksi. Belanja rumah tangga juga belum bangkit,\" katanya. \"Investasi juga masih stagnan\", tambahnya.

Anthony tertawa kalau ada yang membanggakan besarnya cadangan devisa.

\"Cadangan devisa itu naik karena diisi dari utang. Istilah saya, doping rupiah. Jadi peningkatan itu semu, hasil intervensi dari utang,\" ujarnya.

Apakah SWF (Sovereign Wealth Fund) tidak bisa mengangkat ekonomi?

\"Tidak bisa,\" ujar Dr Anthony. \"Bahkan saya skeptis SWF bisa berhasil,\" katanya.

Saya sendiri setuju bahwa tahun kerbau ini akan lebih baik dari tahun lalu. Tapi, untuk mencapai 5,5 persen tentu masih berat.

Saya termasuk orang yang optimistis. Tapi saya juga masih menunggu apakah Menko Perekonomian bisa memimpin restrukturisasi utang perusahaan. Atau bahkan Presiden Jokowi secara langsung yang mengawasinya.

Momentum vaksinasi memang harus dimanfaatkan maksimal. Bulan Februari sampai Juli adalah bulan vaksinasi. Terutama untuk provinsi andalan ekonomi.

Maka bulan Februari-Juli seharusnya juga bulan restrukturisasi utang perusahaan. Besar maupun kecil.

Jangan sampai ketika vaksinasi sudah selesai restrukturisasi utang perusahaan belum tertangani. Kalau itu yang terjadi, saya setuju dengan Dr Anhtony: kita akan minus lagi di tahun kerbau ini.

Tapi saya juga setuju dengan berita yang beredar dua hari lalu: jangan sampai restrukturisasi utang perusahaan itu ditunggangi. Yakni perusahaan yang sebelum Covid pun sudah tidak bisa bayar utang. Jangan sampai mereka itu disamakan dengan perusahaan yang benar-benar sulit akibat Covid.

Bank Mandiri, misalnya. NPL-nya naik bukan karena Covid. Tapi akibat tiga perusahaan besar yang sebelum Covid pun sudah bermasalah.

Saya lihat langkah-langkah vaksinasi demikian lancarnya. Tapi saya belum melihat kelancaran itu dilakukan di sektor restrukturisasi utang perusahaan. Rasanya waktu masih cukup untuk mengejar.(Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: